TUGAS
Pengantar Perpajakan
“ Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 22 ”
Disusun oleh:
Kelompok II
Kelas : Akuntansi Sore ( K )
Nama :
Anastalina Anwarisma(2012220013)
Endang Sukiswati (2012220015)
Riska Yuliatiningsih
(2012220020)
Mayzah
(2012220027)
Universitas Madura
TAHUN AKADEMIK 2013 - 2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Berikut
ini kami mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul "Pajak Panghasilan (PPh) Pasal 22", yang menurut kami
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna lebih mengetahui ruang lingkup
yang terdapat pada Pajak penghasilan Pasal 22
Melalui
kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang
tepat
Dengan
ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Pamekasan, 29 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................................................... .... 1
B. Tujuan....................................................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................. 3
A. Pengertian PPh Pasal 22............................................................................................................. 3
B. Objek dan Pemungut PPh Pasal 22........................................................................................ .... 3
C. Tarif PPh Pasal 22..................................................................................................................... 4
D. Pengesualian Pemungutan PPh Pasal 22...................................................................................... 6
E. Saat Terutang dan Pelunasan / Pemungutan PPh Pasal 22............................................................ 6
F. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 22........................................................ 7
G. Cara Menghitung PPh Pasal 22.................................................................................................. 9
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 13
B. Saran......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia
merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya alamnya. Pada saat ini,
Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk melakukan
perubahan di segala sector demi meningkatkan pendapatan atau kas Negara guna
membiayai pembangunan dan biaya – biaya Negara.dalam rangka menyelenggarakan
perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut
berasal dari APBN dan APBD, dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan
pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai
pengeluaran termasuk pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia
memiliki beraneka ragam kekayaan yag sangat kuat oleh sebab itu sebenarnya
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun pertumbuhan
ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam negeri. Namun pada kenyataannya Indonesia
pada saat ini hanya mampu menjadi penonton ditengah persaingan global yang
begitu selektif. Kebijakan kontrofersial yang dambil oleh pemerintah Indonesia
yang tergabung dalam pembebasan PPh pasal 22 dengan Negara Cina, pada konteks
tersebut kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk cina yang
begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat menjadi sasaran
empuk bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para produsen dalam negeri
belum mampu bersaing dengan produk – produk yang dihasilkan oleh negeri tirai
bamboo tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam melakukan
suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh pasal 22
bergantung pada kebijakan yang diambil oleh peraturan pemerintah.
Pajak
penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga – lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang, badan – badan tertentu yang berkenaan dengan kegiatan dibidang impor
atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hokum PPh pasal 22 adalah UU pajak
penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam
dan kompherensif mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22, maka yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah paparan mengenai PPh pasal 22.
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai
berikut :
-
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perpajakan
-
Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai PPh
pasal 22
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan
atas pembelian barang, impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang
usaha tertentu. Oleh karena itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah
pemasok barang kepada pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang dari
badan – badan tertentu.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
- Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
- Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
- Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
B. Objek dan Pemungut
PPh Pasal 22
Berikut merupakan objek dan pemungut PPH Pasal 22, antara lain :
No.
|
Objek
|
Pemungut
|
1
|
Pembelian Barang oleh Bendaharawan
Pemerintah dan DJA ( Direktorat Jenderal Anggaran )
|
Pihak yang membayar / membeli:
-
Bendaharawan Pemerintah
-
DJA
|
2
|
Pembelian barang oleh BUMN/BUMD yang
bersumber dari dana APBN dan atau APBD
|
BUMN/D
|
3
|
Pembelian barang oleh badan tertentu yang
bersumber dari dana APBN maupun non APBN
|
Badan tertentu
|
4
|
Impor Barang :
-
Dilakukan oleh importer yang memiliki API
-
Dilakukan oleh importer yang tidak memiliki API
-
Yang tidak dikuasai ( lelang)
|
-
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC )
-
Bank Devisa
|
5
|
Pembelian bahan untuk industri tertentu
atau eksportir dari pedagang pengumpul
|
Industri tertentu yang bergerak di bidang
pertanian, perkebunan dan perikanan
|
6
|
Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
Produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas
|
7
|
Penjualan barang yang tergolong mewah
|
Wajib Pajak Badan yang melakukan
penjualan tersebut
|
8
|
Penjualan hasil industry tertentu :
-
Kertas
-
Baja
-
Otomotif
-
Semen
-
Rokok
|
Industry tertentu yang menjual
|
C. Tarif PPh
Pasal 22
Berikut merupakan tariff PPH
Pasal 22, antara lain :
No.
|
Objek
|
Tarif
|
1
|
Pembelian barang yang dilakukan oleh
DPJB, Bendahara Pemerintah, BUMN/D, dan badan tertentu
|
1,5%
|
2
|
Impor Barang:
-
Yang menggunakan API
-
Yang tidak menggunakan API
-
Yang tidak dikuasai ( Lelang )
|
2,5%
7,5%
7,5%
|
3
|
Pembelian bahan – bahan untuk keperluan
industry / ekspor dari pedagang pengumpul
|
2,5%
|
4
|
Penjualan oleh pertamina :
-
Premium, Solar, Premix, Super TT
-
Minyak Tanah, LPG, Pelumas
|
0,25%
0,3%
|
5
|
Penjualan oleh Selain Pertamina:
-
Premium, Solar, Premix, Super TT
-
Minyak tanah, LPG, Pelumas
|
0,3%
0,3%
|
6
|
Penjualan hasil industry tertentu :
-
Kertas
-
Baja
-
Otomotif
-
Semen
-
Rokok
|
0,1%
0,3%
0,45%
0,25%
0,15%
|
Selain tarif di atas,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 juga
mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh pasal 22 atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual
lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh Miliar Rupiah)
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual
atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
dan luas bangunan lebih dari 500 m2
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya
dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh
Miliar Rupiah) dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan
orang kurang dari 10 orang berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi
purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih
dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Selain tarif pajak yang tercantum di atas,
terdapat tariff sebagai berikut :
-
Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer
yang menggunakan API sebesar 0,5%
-
Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak
dipungut 100% lebih tinggi dari tarif PPh pasal 22.
D. Pengecualian
Pemungutan PPh Pasal 22
Berikut merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat
Keterangan Bebas (SKB).
- Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
- Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
- Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya
yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
- Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
- Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
- Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan
dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
- Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
E. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh
Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan
Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir
2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
F. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh
Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut
oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh)
hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas
impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib
Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti
pungutan rangkap tiga, yaitu :
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke
Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari
setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak
penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal
20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak
penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT
Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat
mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh
pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3
yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan
Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
G. Cara Menghitung PPh Pasal 22
1.
Cara
menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang
Besarnya
PPh pasal 22 atas impor:
Yang
menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari
nilai impor.
|
Yang
tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya sebesar
7,5% dari nilai impor
|
Yang
tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
|
Catatan
:
Yang
dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai
dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance
Freight (CIF) +Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.
Contoh
1:
PT
ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika Serikat
dengan perincian sbb:
Harga
Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00
Asuransi
(Insurance) ………………………US$ 1,000.00
Biaya
angkut (Freight) …………………….US$ 4,000.00
Harga
Pabean ……………………………..US$ 25,000.00
Pungutan
:
- Bea
Masuk 20% …………………………US$ 5,000.00
- Bea
Masuk Tambahan 10% ……………US$ 2,500.00
NILAI
IMPOR ………………………………US$ 32,500.00
Apabila
pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor barang) nilai kurs
US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
— Dasar
pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
— PPh
Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00
Contoh
2:
Seperti
soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka perhitungan PPh
Pasal 22 adalah :
Dasar
pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
PPh
Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-
2.
Cara
Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan APBN/ APBD
|
Atas
pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah dikenakan
pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran
yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran
atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang
meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
Pembayaran
untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan benda-benda
pos.
Pembayaran/
pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara.
Contoh 3
:
PT
Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri
senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam
kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga
jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta
: Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
-
Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220
juta)= Rp200.000.000,00.
-
PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan
Pemerintah dari transaksi pembayaran: Rp 200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00
3.
Cara
Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di
Dalam Negeri.
Besarnya
PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.
|
Penjualan
kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industry
otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
-
Instansi pemerintah
-
Korps diplomatic
-
Bukan subjek pajak
4.
Cara
Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok di dalam
negeri
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok
di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat
final.
|
5.
Cara Menghitun
PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan
kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.
|
6.
Cara
Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam
Negeri
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen
di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai.
|
Yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri
oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada Distributor
utama / tunggalnya.
7.
Cara
Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam
Negeri.
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat penjualan hasil
produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai
|
8.
Cara
Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain
Pertamina
Besarnya
PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang
bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas
penjualan hasil produksinya adalah sbb:
1. Atas
penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah
0,3% dari penjualan
|
2.
Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25%
dari penjualan
|
3.
Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPh pasal 22
merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
a.
Bendaharawan pemerintah baik pusat
atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara
lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
b.
Badan-badan tertentu, baik badan
pemrintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan
usaha dibidang lainnya.
c.
Wajib Pajak Badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah
B. Saran
Setelah penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22,
penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak
guna membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar