Jumat, 17 Mei 2013

Manajemen Konflik

Diposting oleh Riska Yuliatiningsih di 14.39.00


TUGAS MAKALAH
Pengantar Manajemen
Manajemen Konflik




 
















Disusun oleh:
Kelompok II
Kelas : Akuntansi Sore ( K )
Nama :
Riska Yuliatiningsih          (2012220020)
Wiwik Dewi Lestari S.       (2012220011)
Endang Sukiswati             (2012220015)
Anastalina Anwarisma A. (2012220013)



Universitas Madura
TAHUN AKADEMIK 2012 – 2013

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini kami  mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Manajemen Konflik", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna mengelola konflik di dalam suatau organisasi agar memberikan dampak positif.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Pamekasan, 29 April 2013




Penulis



DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................. i
Daftar Isi....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A.  Latar Belakang.................................................................................................................... .... 1
B.  Tujuan....................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 2
A.  Pengertian Konflik................................................................................................................... 2
B.  Sumber Konflik........................................................................................................................      4
C.  Jenis – jenis Konflik............................................................................................................ .... 8
D.  Pengertian Manajemen Konflik................................................................................................ 12
E.   Tujuan Manajemen Konflik...................................................................................................... 13
F.   Pengelolaan Konflik................................................................................................................. 15
G.  Gaya Manajemen Konflik........................................................................................................ 16
H.  Petunjuk Pendekatan Situasi Konflik...................................................................................... 17
I.     Teori – teori Gaya Manajemen Konflik.................................................................................... 18
J.     Metode – metode Manajemen Konflik.................................................................................... 22
K.  Dampak Konflik....................................................................................................................... 24
BAB III PENUTUP..................................................................................................................... 27
A.  KESIMPULAN.......................................................................................................................      27       
B.  SARAN.................................................................................................................................... 28
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 29




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
 Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan timbulnya suatu konflik yang tidak dapat di hindarkan. Konflik terjadi karena disatu sisi orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi dan misi yang berbeda-beda. Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi, konflik tidak dapat di singkirkan tetapi konflik bias menjadi kekuatan positif dalam suatu kelompok dan organisasi agar menjadi kelompok dan organisasi berkinerja efektif.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan tinbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan, konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Dalam menata sebuah konflik dalam organisasi di perlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua pihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi. Oleh karena itu di perlukan manajemen yang tepat agar konflik dapat terselesaikan.
B.       Tujuan
Dalam pembahasan makalah ini menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi. Konflik bukanlah suatu hal yang negatif malainkan suatu hal yang bias bermanfaat bagi kinerja suatu kelompok dan organisasi, dengan cara mengarahkan perhatian pada penyebab konflik dan mengoreksi kesalahan fungsi untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Konflik
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
Konflik berasal dari kata kerja Latin “configure” yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Berikut pengertian konflik menurut beberapa ahli :
1.      Gareth R. Jones mendefinisikan konflik organisasi sebagai “perbenturan yang muncul kala perilaku mencapai tujuan tertentu yang ditunjukan suatu kelompok dirintangi atau digagalkan oleh tujuan kelompok lain.” Karena tujuan, pilihan, dan kepentingan kelompok-kelompok pemangku kepentingan (stake holder) di dalam organisasi berbeda maka konflik adalah suatu yang tidak terelakkan di setiap organisasi.
2.      Jones beranggapan bahwa beberapa jenis konflik justru mampu memberi kontribusi terhadap peningkatan efektivitas organisasi. Alasan Jones bahwa konflik punya kontribusi positif karena ia mengungkap kelemahan suatu organisasi sehingga membuka jalan dalam upaya mengatasinya. Dengan demikian, konflik membimbing pada proses pembelajaran dan perubahan organisasi.
3.      M. Aflazur Rahim mendefinisikan konflik organisasi sebagai “proses interaktif yang termanifestasi dalam hal-hal seperti ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau kejanggalan baik di intra individu maupun inter entitas sosial seperti individu, kelompok, ataupun organisasi. Rahim menyebut konflik sebagai proses interaktif bukan dengan maksud hendak membatasi kemungkinan konflik di dalam diri individu, karena seringkali seseorang mengalami konflik dengan dirinya sendiri.
4.      Kurt T. Dirks and Judi McLean Parks mendefinisikan konflik organisasi sebagai “... interaksi antarentitas yang saling bergantung, yang menganggap adanya pertentangan sasaran, niat, atau nilai, sehingga menganggap entitas lainnya sebagai penganggu potensial atas upaya mereka merealisasikan sasaran ini.” Sehubungan dengan definisi ini, Dirks and Parks menyebutkan tiga konsep konflik yang muncul, yaitu: interaksi, kesalingtergantungan, dan sasaran yang tidak cocok. Mereka juga menggariskan entitas bukan orang, karena konflik kerap melibatkan tidak hanya orang tetapi juga kelompok, tim, divisi, departemen, dan organisasi-organisasi bisnis.
5.      Ricky W. Griffin and Gregory Moorhead mendefinisikan konflik organisasi sebagai “ ... proses yang muncul dari interaksi dua pihak, bahwa mereka bekerja secara berseberangan satu sama lain dengan cara-cara yang berakibat pada perasaan tidak nyaman dan atau permusuhan.” Griffin and Moorheas menekankan bahwa konflik adalah sebuah proses, bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Sebagai proses, konflik terus berlangsung dari waktu ke waktu. Keduanya juga menekankan bahwa pihak-pihak yang terlibat harus mengakui bahwa proses perseberangan kepentingan sebagai eksis. Terakhir, situasi ketidaknyamanan dan permusuhan juga harus nyata agar konflik dapat dikatakan ada.
6.      Ian Brooks mendefinisikan konflik organisasi sebagai “ ...menjadi jelas kala sekurangnya satu pihak menganggap bahwa konflik ada dan di mana kepentingan pihak tersebut mengalami penurunan kemungkinan untuk dipenuhi.” Konflik hadir antar individu, kelompok, atau departemen. Konflik pun dapat terjadi di antara mereka yang punya tugas wewenang berbeda bahkan kolega-kolega kerja mereka sendiri.
7.      Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
8.      Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
9.      Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: 
“Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.”
yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
10.  Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)
11.  Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
a.         Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
b.        Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).
12.  konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau suatu interaksi yang bersifat antafonistis (berlawanan, bertentangan atau berseberangan). konflik terjadi karena perbedaan, kesenjangan dan kelangkaan posisi sosial dan posisi sumber daya atau karena disebabkan sistem nilai dan penilaian yang berbeda secara ekstrim, sebagaimana dikemukakan oleh kusnadi dan bambang wahyudi (2001).
Kiranya, definisi-definisi konflik organisasi yang telah dipaparkan memiliki sejumlah persamaan. Pertama, adanya tujuan yang berseberangan atau terhalangi. Kedua, adanya pihak-pihak yang menganggap bahwa konflik ada, dan ini bisa individu, kelompok, tim, ataupun bagian-bagian di dalam organisasi terhadap sesamanya. Ketiga, konflik termanifestasi berupa rasa tidak nyaman atau permusuhan. Keempat, konflik dapat disikapi baik secara negatif maupun positif bagi perkembangan organisasi. Kelima, konflik adalah tidak terelakkan selama organisasi terus beroperasi karena terdiri atas entitas-entitas yang punya kepentingan dan tujuan masing-masing.
B.  Sumber Konflik
Konflik di dalam organisasi secara sederhana dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Faktor Manusia
a.    Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b.    Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c.     Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
2.      Faktor Organisasi
a.    Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
b.    Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut.
c.     Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
d.   Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
e.    Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
f.     Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
g.    Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
Terdapat sumber konflik lain antara lain :
1)      Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
a.    Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. Sebagai contoh, di waktu yang sama, seseorang harus membuat pilihan menerima promosi jabatan yang sudah lama didambakan atau pindah tempat tugas ke tempat lain dengan iming-iming gaji yang besar.
b.    Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut. Contoh kongkrit, seumpama seseorang disuruh memilih untuk dipindahkan kerja ke daerah lain pada lokasi yang tidak menyenangkan, atau tidak pindah ke tempat baru yang disuruh tapi gajinya diturunkan.
c.    Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal. Misalnya, orang itu akan memperoleh gaji yang sangat besar, tapi harus pindah ke tempat terpencil yang sangat tidak disukai.
2)      Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
a.    Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
b.     Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
c.    Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
d.   Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).
Terdapat beberapa hal menurut para ahli yang melatarbelakangi terjadinya konflik antara lain:
1.    Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a.    Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikas
b.    Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c.    Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d.   Masalah wewenang dan tanggung jawab
e.    Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f.     Kurangnya kerja sama
g.    Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h.    Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i.      Pelecehan pribadi dan kedudukan
j.      Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya.
2.    Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a.    Pembagian sumber daya (shared resources)
b.    Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c.    Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d.   Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e.    Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities).
3.    Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis. Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:
a.    Saling ketergantungan pekerjaan
b.    Ketergantungan pekerjaan satu arah
c.    Diferensiasi horizontal yang tinggi
d.   Formalisasi yang rendah
e.    Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f.     Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g.    Pengambilan keputusan partisipatif
h.    Keanekaragaman anggota
i.      Ketidaksesuaian status
j.      Ketakpuasan peran
k.    Distorsi komunikasi
4.    Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
a.    Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
b.    Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
c.    Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
d.   Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
e.    Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
f.     Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
g.    Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
5.    Feldman, D.C. dan Arnold, H.J. menyatakan bahwa, konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar kelompok/departemen, dan lemahnya sistem kontrol organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik, terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.
6.    Tosi, H.L. Rizzo, J.R. dan Carrol, S.J. (1990:523) mengelompokkan sumber-sumber konflik menjadi tiga yaitu,
a.    Individual characteristic
perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat.
b.    Situational conditions
Situasi kerja terdiri dari; saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama, perbedaan pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan komunikasi, kekaburan bidang tugas.
c.    Organizations structure.
Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi yaitu, spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam tugas dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan sumber-sumber, adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem penggajian.
C.  Jenis – Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
1.    Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b.    Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
c.    Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d.   Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
2.    Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
a.    Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
b.    Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
c.    Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
d.   Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
e.    Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
3.    Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
a.    konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
b.    konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
Berikut table berbagai pandangan mengenai bentuk konflik menurut beberapa ahli :
No.
Penggagas
Bentuk Konflik
1.                     
Soekanto, S. (1981),
·      Konflik pribadi
·      Konflik rasial
·      Konflik antar kelas-kelas sosial
·      Konflik politik antar golongan-golongan   dalam masyarakat
·      Konflik berskala internasional antar negara
2.                     
Polak, M. (1982)
·      Konflik antar kelompok
·      Konflik intern dalam kelompok
·      Konflik antar individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan
·      Konflik intern individu untuk mencapai cita-cita
3.                     
Champbell, Corbally, dan Nystrand (1983)
·      Intrapersonal conflict
·      Interpersonal conflict
·      Individual institusional conflict
·      Intraorganizational conflict
·      School community conflict
4.                     
Walton (1987)
·      Conflict between members of a family
·      Conflict confined to two individuals in an organization
·      Conflict between organizational units
·      Conflict between institutions/organizations
5.                     
Owens (1991), Winardi (2004), Davis and Newstron (1981)
·      Intrapersonal conflict
·      Interpersonal conflict
·      Intra group conflict
·      Intergroup conflict
·      Inter organization conflict.
6.                     
Wexley, et al. (1992)
·      Konflik antar individu dalam satu kelompok
·      Konflik bawahan dengan pimpinan
·      Konflik anta dua departemen atau lebih
·      Konflik antar personalia staf dan lini
·      Konflik antar serikat buruh dengan pimpinan (manajer)
7.                     
Handoko, T.H. (1992)
·      Konflik dalam diri individu
·      Konflik antar individu dalam organisasi
·      Konflik antar individu dengan kelompok
·      Konflik antar kelompok
·      Konflik antar organisasi
8.                     
Ruchyat (2001)
·      Konflik intrapersonal
·      Konflik interpersonal
·      Konflik intra grup
·      Konflik inter grup
·      Konflik intra organisasi
·      Konflik inter organisasi
Konflik secara umum yang terjadi dalam sebuah organisasi menurut Louis A. Pondy meliputi:
1.    Model Bargaining – Model ini didesain untuk menjelaskan konflik yang muncul akibat persaingan antara kelompok-kelompok kepentingan dalam memperebutkan sumber daya yang langka. Model ini secara khusus menganalisis hubungan pekerja-manajemen, proses penyusunan penganggaran, dan konflik staf-pekerja.
Parameter utama guna mengukur konflik-konflik potensial diantara sejumlah kelompok kepentingan adalah dengan mengidentifikasi perbedaan antara tuntutan pihak yang bersaing dengan sumber daya yang tersedia. Resolusi konflik jenis ini adalah pengurangan tuntutan kelompok atau peningkatan sumber daya yang tersedia. Dalam konteks penyusunan anggaran, model ini menjelaskan bahwa konflik dipicu oleh persaingan antardepartemen dalam memperebutkan dana organisasi.
2.    Model Birokratik – Model ini diterapkan guna menjelaskan konflik atasan-bawahan atau, secara umum, konflik di sepanjang garis vertikal dalam hirarki organisasi. Model ini utamanya bicara seputar masalah yang muncul akibat upaya lembaga untuk mengendalikan perilaku dan reaksi pihak-pihak yang dikendalikan tersebut atas organisasi.
Konflik vertikal biasanya muncul akibat atasan berusaha mengendalikan perilaku bawahan dan bawahan berupaya melawan kendali tersebut. Pola hubungan yang mengandung otoritas ditentukan lewat adanya seperangkat kegiatan bawahan di mana mereka (bawahan) harus mengalah pada legitimasi atasan untuk mengatur. Potensi konflik terjadi tatkala atasan dan bawahan punya harapan berbeda seputar wilayah unik (turf) masing-masing. Bawahan lebih suka menganggap konflik telah terjadi tatkala atasan berupaya menerapkan kendali atas kegiatan yang oleh bawah dianggap berada di luar kewenangan atasan. Di sisi lain, atasan menganggap konflik terjadi tatkala upayanya untuk mengendalikan tersebut mengalami perlawanan dari bawahan.
Atasan cenderung memandang perlawanan bawahan sebagai wujud ketidaksukaan (dislike) mereka atas penerapan kekuasaannya secara pribadi. Dengan demikian, reaksi birokratis atas perlawanan bawahan merupakan substitusi (pengganti) aturan impersonal dengan kendali personal. Bawahan juga memandang upaya atasan mengatur sebagai pengurangan atas otonomi mereka. Ini terutama terjadi di dalam organisasi skala besar yang banyak melakukan delegasi wewenang. Kepentingan antara atasan dan bawahan menjadi sedemikian berbeda sehingga sasaran, kepentingan, atau klop-nya kebutuhan atasan-bawahan menjadi lebih sedikit kemungkinannya.
3.    Model Sistem – Model ini bicara tentang konflik lateral, atau konflik antar pihak yang punya fungsi berbeda. Analisis atas masalah koordinasi dibicarakan secara khusus oleh model ini. Konflik dalam model ini juga dapat terjadi antara orang dengan level hirarki yang sama.
Jika model bargaining bicara tentang masalah persaingan, model birokratik bicara soal masalah kendali, maka model sistemn bicara tentang masalah koordinasi. Misalnya, dua individu yang masing-masingnya bekerja pada posisi sama dalam organisasi dan memainkan peran formal yang juga sama, tatkala turun perintah untuk melakukan suatu pekerjaan, maka masing-masing cenderung menganggap bahwa pekerjaan tersebut merupakan bagian dari tugas dan wewenangnya, dan kala satu orang mengerjakan, orang lainnya menganggap sebagai pelanggaran atas turf -nya.
D.  Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interprestasi. Bagi pihak luar (diluar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Sementara Minnery menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota. Minnery juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.  Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.
Pengertian manajemen konflik Sebagai proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu (intergrated) menyeluruh untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya program-program dan tindakan sebagai tersebut maka dapat ditekankan empat hal :
·      Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat dengan ketiga hal tersebut.
·      Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan. Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi-solusi untuk setiap konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan manajemen konflik.
·      Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi. Adalah sia-sia bila sistem manajemen konflik yang diterapkan hanya untuk bidang Sumberdaya Manusia saja misalnya.
·      Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik juga akan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengan demikian maka semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan program sosialisasi lainnya.
E.  Tujuan Manajemen Konflik 
Konflik merupakan suatu fenomena yang sering kali tidak bisa dihindari dan menghambat pencapaian tujuan organisasi. Sumber-sumber organisasi, yaitu sumber daya manusia, sumber daya finansial, dan sumber daya teknologi.
Berikut tujuan manajemen konflik, yaitu :
§ Mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diri pada visi,misi dan tujuan organisasi
Visi, misi dan tujuan strategis harus dicapai atau direalisasikan dengancara yang sistematis dan dalam suatu kurun waktu yang direncanakan. Konflik dapat menganggu perhatian serta mengalihkan energi dan kemampuan anggota organisasi untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang strategis dari organisasinya
§ Memahami orang lain dan menghormati keberagaman
Dalam berorganisasi, harus memahami bahwa rekan kerja memiliki keanekaragaman dan berbagai perbedaan, suku, agama, bahasa, pribadi, perilaku, pola pikir dan sebagainya. Manajemen konflik harus diarahkan agar  pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memahami keberagaman tersebut.
§ Meningkatkan kreativitas
Dalam bukunya yang berjudul From conflict to creativity: How toresolving workplace disaggrement can inspire innovation and pdoductivity,Sy, Landau, Barbara Landau, dan Daryl Landau (2001) menguraikan bahwa konflik yang terjadi di tempat kerja dapat dimanajemeni untuk menciptakan kreatifitas dan inovasi, serta mengembangkan produktivitas.
§ Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran berbagai informasi dan sudut pandang
Konflik atau perbedaan pendapat memfasilitasi terciptanya berbagai alternatif keputusan dan penggunaan informasi yang akurat untuk memilih salah satu alternatif yang terbaik. Manajemen konflik harus memfasilitasi terjadinya alternatif dan pemilihan salah satu alternatif terbaik berdasarkaninformasi yang akurat.
§ Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama, dan kerja sama
Semua subsistem dan para anggota dalam organisasi harus bekerjasama, saling mendukung, dan salinh membantu untuk mencapai tujuanorganisasi.
§ Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik
Prosedur dan mekanisme penyelesaian dikembangkan berdasarkan situasi konflik. Jika prosedur dan mekanismenya berhasil menyelesaikankonflik secara berulang-ulang, hal ini akan menjadi norma budaya organisasi, jika tidak konflik menyebabkan disfungsional organisasi.
§ Menimbulkan iklim orgnisasi konflik dan lingkungan kerja yang tidak menyenangkan: takut, moral, rendah, sikap saling curiga
Iklim organisasi merupakan persepsi anggota organisai mengenai apayang terjadi secara rutin dalam lingkungan internal organisasi. Persepsitersebut bisa berupa positif dan negatif. Jika persepsinya negatif, perilaku yangkerja akan negatif akan tercipta sehingga mempengaruhi kerja pegawai danorganisasi.


§ Meningkatkan tejadinya pemogokan
Konflik bisa menciptakan kecurigaan antara buruh dan manajemen perusahaan. Kecurigaan akan merusak komunikasi diantara keduanya. Hal inimengarahkan terbentuknya konflik desktruktif yang akan meningkatkan pemogokan.
§ Mengarahkan pada sabotase bagipihak yang kalah dalam konflik
Jika konflik berakhir dengan win dan lose solution, serta pihak yangkalah dendam atas kekalahannya, agresi dalam bentuk sabotase akan terjadi.Bentuk sabotase bisa berupa penggalan pelaksanaan program atau proyek.
§ Mengurangi loyalitas dan komitmen organisasi
Penurunan loyalitas dan komitmen organisasi bisa disebabkan jugaakibat dari terjadinya konflik. Hal ini bisa terjadi antar pemimpin dan bawahannya.
§ Tergantung proses produksi dan operasi
Konflik, terutama konflik destruktif, akan mengalihkan berbagaisumber-sumber organisasi, seperti tenaga, anggaran dan waktu
§ Meningkatkan biaya pengadilan karena tuntutan karyawan yang mengajukan konflik ke pengadilan
Jika konflik antara manajemen perusahaan dan karyawan tidak bisadiselesaikan melalui mekanisme penyelesaian konflik perusahaan (peraturan perusahaan, proses bipatrit, dan proses tripatrit)
F.   Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
1.   Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan  untuk mengelola dan mencegah konflik.  Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2.   Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya.  Misalnya; Perawat junior yang berprestasi  dapat  dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang  yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan  untuk menduduki  jabatan yang lebih tinggi.
3.   Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk  menghindari konflik adalah dengan menerapkan  komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari  yang akhirnya dapat dijadikan sebagai  satu cara hidup.
4.   Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para  pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
G. Gaya Manajemen Konflik
Gaya manajemen konflik adalah pola perilaku orang dalam menghadapi situasi konflik. Stella Ting-Tooney (2005) menggunakan istilah “Gaya komunikasi konflik bukan gaya manajemen konflik”. Sebagai contoh, seorang pimpinan yang otokratis cenderung menggunakan gaya manajemen konflik represif, supersif, kometitif, serta agresi dan berupa mengalahkan lawan konfliknya. Sebaliknya, seorang pemimpin yang demokratis jika menghadapi konflik akan menggunakan musyawarah, mendengarkan pendapat lawan konfliknya dan mencari win&win solution.
Secara singkat gaya manajemen yang di maksud adalah bagaimana seseorang / sekelompok mengambil keputusan dalam hal menghadapi situasi konflik
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik, antara lain :
§ Asumsi mengenai konflik
§ Persepsi mengenai penyebab konflik
§ Ekspektasi atas reaksi lawan
§ Pola komunikasi dalam interaksi konflik
§ Kekuasaan yang dimiliki
§ Pengalaman menghadapi situasi konflik
§ Sumber yang dimiliki
§ Jenis kelamin
§ Kecerdasan emosional
§ Kepribadian
§ Budaya organisasi sistemsosial
§ Prosedur yang mengatur keputusan jika terjadi konflik
§ Situasi konflik dan posisi dalam konflik
§ Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik
§ Keterampilan berkomunikasi
Ada macam-macam label deskriptif untuk lima macam gaya, sebagai berikut:
§ Gaya pesaing
Gaya bersaing berorientasi pada kekuasaan, dan konflik dihadapi dengan strategi menang/kalah. Pada sisi negatif, seorang pesaing mungkin melakukan tekanan, intimidasi bahkan paksaan kepada pihak-pihak lain yang terlibat dalam konflik. Pada sisi positif, gaya bersaingan demikian mungkin diperlukan apabila dituntut adanya suatu tindakan desisif cepat, atau apabila perlu dilaksanakan tindakan-tindakan penting yang tidak bersifat populer.


§ Manajer yang menghindari diri dari konflik
Gaya memanaje konflik dengan menghindarkan diri dari konflik cenderung kearah bersikap netral sewaktu adanya keharusan untuk mengambil posisi atau sikap tertentu. Gaya ini dapat diterapkan apabila konflik yang terjadi tidak berdampak terlalu banyak terhadap efektivitas manajerial. Tindakan ini tepat untuk mengurangi ketegangan yang terjadi.
§ Akomodator
Gaya akomodator menghendaki konflik diselesaikan tanpa masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik, menyajikan pandangan-pandangan mereka dengan keras dan berarti. Gaya ini bermanfaat apabila sebuah konflik lebih penting bagi orang lainnya, memberikan pengalaman dan perasaan menang bagi orang lain, dan menjadikan orang tersebut lebih reseptif tentang persoalan lain yang lebih penting.
§ Manajemen yang Menekankan Kompromi
Gaya manajemen ini adalah gaya yang paling realitas yang dapat memberikan hasil dalam jangka waktu yang disediakan untuk menyelesaikan konflik. Apabila dalam kompromi para partisipan turut berbagi dalam kondisi kemenangan maupun kekalahan, maka ini merupakan variasi dari strategi “menang-menang”. Akan tetapi apabila kompromi dilakukan untuk melunakkan persoalan dan menggerogoti kepercayaan diantara pihak yang berkonflik, maka ini mendekati strategi “kalah-kalah”.
§ Kolaborator
Gaya manajemen konflik ini bisa dilakukan apabila pihak-pihak yang berkonflik merumuskan kembali persoalannya dan kemudian dicari pemecahannya. Manajemen konflik gaya ini perlu dilakukan apabila persoalan-persoalan yang menimbulkan konfli penting bagi kedua belah pihak yang berkonflik. Maka dari itu sekalipun sulit dan membutuhkan biaya-biaya besar tetap harus diupayakan.
H.  Petunjuk Pendekatan  Situasi Konflik  :
Petunjuk pendekatan suatu konflik meliputi sebagai berikut :
q  Diawali  melalui penilaian diri sendiri
q  Analisa  isu-isu seputar konflik
q  Tinjau kembali  dan sesuaikan dengan  hasil eksplorasi diri sendiri.
q  Atur dan rencanakan  pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
q  Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
q  Mengembangkan dan  menguraikan solusi
q  Memilih solusi dan melakukan tindakan
q  Merencanakan pelaksanaannya


I.     Teori – Teori Gaya Manajemen Konflik
1)      Teori Grid
     Kerangka teori gaya manajemn konflik itu disusun berdasarkan dua dimensi : (1) perhatian manajer terhadap orang/bawahan (concern for people) pada sumbu horizontal dan (2) perhatian manajer terhadap produksi (concern for production) pada sumbu vertical. Berdasarkan tinggi rendahnya kedua dimensi tersebut, mereka mengembangkan lima jenis gaya manajemen konflik, antara lain :
a.    Memaksa (forcing)
Perhatian seorang manajer yang tinggi terhadap produksi, sedangkan perhatian rendahnya terhadap bawahannya. Ia berupaya memaksakan kehendaknya untuk meningkatkan produksi dengan mengabaikan orang lain jika menghadapi konflik.
b.    Konfrontasi (confrontation)
Perhatian seorang manajer yang tinggi terhadap produksi dan bawahannya cenderung menggunakan konfrontasi dalam memanajemen konflik. Ia berupaya berkonfrontasi untuk meningkatkan produksi dan dalam waktu yang bersamaan berkonfrontasi untuk memperhatikan orang yang dipimpinnya.
c.    Kompromi (compromising)
Perhatian seorang manajer yang perhatiannya rendah terhadap produksi dan bawahannya biasanya akan menarik diri jika mengahdapi konflik. Ia mau berkompromi mengenai tingkat produksi organisasi demi memenuhi kesejahteraan bawahannya.
d.   Menarik diri (withdrawal)
Perhatian seorang manajer yang perhatiannya rendah terhadap produksi dan bawahannya biasanya menarik diri jika menghadapi konflik. Ia lebih senang bersikap secara pasif, seolah-olah tidak terjadi konflik dan tidak mau menghadapi konflik.
e.    Mengakomodasi (smoothing)
Perhatian seorang manajer yang perhatiannya rendah terhadap produksi, sedangkan tinggi perhatiannya terhadap bawahannya cenderung memberikan akomodasi jika menghadapi konflik. Ia menyerah kepada keinginan lawan konfliknya emi hubungan yang baik dan kesejahteraan bawahannya.

2)      Teori Thomas dan Kilmann (1978)
Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Killmann (1974) mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik berdasarkan dimensi : (1) kerjasama pada sumbu horizontal dan (2) keasetifan pada sumbu vertical. Kerja sama adalah upaya orang untuk memuaskan orang lain jika menghadapi konflik. Keasertifan adalah upaya orang untuk memuaskan orang lain jika menghadapi konflik.
Berikut adalah gaya kelima jenis gaya manajemen konflik tersebut.
a.    Kompetisi (competing)
Orang-orang yang cenderung ke arah gaya kompetitif mengambil sikap tegas, dan tahu apa yang mereka inginkan. Mereka biasanya beroperasi dari posisi kekuasaan, yang diambil dari hal-hal seperti posisi, pangkat, keahlian, atau kemampuan persuasif. Gaya ini dapat berguna bila ada keadaan darurat dan keputusan harus membuat cepat, ketika keputusan itu tidak populer, atau ketika membela terhadap seseorang yang sedang mencoba untuk memanfaatkan situasi egois. Namun itu dapat meninggalkan orang merasa memar, tidak puas dan marah ketika digunakan dalam situasi yang kurang mendesak.
b.    Kolaborasi (collaborating)
Orang cenderung ke arah gaya kolaboratif mencoba untuk memenuhi kebutuhan semua orang yang terlibat. Orang-orang ini dapat sangat tegas tapi tidak seperti pesaing, mereka bekerja sama secara efektif dan mengakui bahwa setiap orang adalah penting. Gaya ini berguna ketika Anda perlu menyatukan berbagai sudut pandang untuk mendapatkan solusi terbaik, ketika ada konflik sebelumnya dalam kelompok, atau ketika situasi yang terlalu penting untuk sederhana trade-off.
c.    Kompromi (Compromising)
Orang yang suka gaya mengorbankan mencoba untuk menemukan solusi yang akan setidaknya sebagian memuaskan semua orang. Setiap orang diharapkan untuk memberikan sesuatu, dan kompromi dirinya sendiri juga mengharapkan untuk melepaskan sesuatu. Kompromi berguna ketika biaya konflik lebih tinggi daripada biaya kehilangan tanah, saat lawan kekuatan yang sama berada pada macet dan ketika ada batas waktu menjulang.
d.   Akomodasi
Gaya ini menunjukkan kesediaan untuk memenuhi kebutuhan orang lain dengan mengorbankan kebutuhan orang itu sendiri. Accommodator sering tahu kapan harus menyerah pada orang lain, tetapi dapat dibujuk untuk menyerah posisi bahkan ketika itu tidak dibenarkan. Orang ini tidak tegas tetapi sangat kooperatif. Akomodasi adalah tepat ketika isu-isu lebih penting ke pihak lain, ketika kedamaian lebih berharga daripada menang, atau ketika Anda ingin berada dalam posisi untuk mengumpulkan pada “bantuan” memberi Anda. Namun orang tidak mungkin kembali nikmat, dan secara keseluruhan pendekatan ini tidak mungkin untuk memberikan hasil terbaik
e.    Menghindar (avoiding)
Orang cenderung ke arah gaya ini berusaha untuk menghindari konflik sama sekali. Gaya ini ditandai dengan mendelegasikan keputusan kontroversial, menerima keputusan default, dan tidak ingin menyakiti perasaan siapa pun. Hal ini dapat tepat ketika kemenangan adalah mustahil, ketika kontroversi adalah sepele, atau ketika orang lain berada dalam posisi yang lebih baik untuk memecahkan masalah. Namun dalam banyak situasi ini adalah pendekatan yang lemah dan tidak efektif untuk mengambil.
Perbedaan Gaya Kolaborasi dan Kompromi
§  Kolaborasi : Solusi berupa alternatif lain yang bukan tujuan kedua balah pihak yang terlibat namun kedua belah pihak sepenuhnya puas
§  Kompromi : solusi berupa alternative lain yang memenuhi sebagai keinginan masing-masing pihak namun kedua belah pihak hanya merasa terpenuhi sebagian keinginannya.
Keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan Gaya Manajemen Konflik
Kompetisi
Kolaborasi
Kompromi
Menghindar
Akomodasi
·   Berdebat dan membantah
·   Berpegang teguh dua dimensi pada pendirian
·   Menilai pendapat dan perasaan diri sendiri dan lawan konflik
·   Menyatakan posisi diri secara jelas
·   Kemampuan memperbesar kekuasaan diri sendiri
·   Kemampuan untuk memperkecil kekuasaan lawan konflik
·   Menggunakan berbagai taktik yang memengaruhi
·  Mendengarkan dengan baik yang dikemukakan lawan konflik
·  Kemampuan bernegosiasi
·  Mengidentifikasi pendapat lawan konflik
·  Konfrontasi tidak mengancam
·  Menganalisis masukan
·  Memberikan konsesi
·    Kemampuan bernegosiasi
·    Mendengarkan dengan baik apa yang dikemukakan lawan konflik
·    Mengevaluasi nilai
·    Menemukan jalan tengah
·    Memberikan konsesi
·   Kemampuan untuk menarik diri
·   Kemampuan meninggalkan sesuatu tanpa terselesaikan
·   Kemampuan untuk mengesampingkan masalah
·   Kemampuan untuk menerima kekalahan
·   Kemampuan untuk melupakan sesuatu yang menyakitkan hati
·   Kemampuan untuk melupakan keinginan diri sendiri
·   Kemampuan untuk melayani lawan konflik
·   Kemampuan untuk mematuhi perintah atau melayani lawan konflik
3)      Teori Rahim
M.A. Rahim (1983) mengembangklan model gaya manajemen konflik yang tidak jauh berbeda dengan model yang dikemukakan oleh Thomas dan Killman (1974). Klasifikasi gaya manajemen konflik Rahim disusun berdasrakan dua dimensi : (1) memperhatikan orang lain pada sumbu horizontal dan (2) memperhatikan diri sendiri. Berdasarkan tinggi rendahnya, jenis gaya manajemen dibagi menjadi lima, antara lain :
a.    Dominasi (dominating)
Pihak yang trelibat konflik, hanya berupa memenuhi tujuannya sendiri dan tidak memperhatikan kebutuhan lawan konfliknya.
b.    Integrasi (Integrating)
Pihak yang trelibat konflik berusaha menciptakan resolusi konflik yang secara maksimal  memenuhi tujuan dirinya sendiri dan tujuan lawan konfliknya.
c.    Komromi (compromising)
Pengguna gaya ini berusaha memenuhi sebagian tujuannya dan tujuan lawan onfliknya tanpa berupaya memaksimalkannya.
d.   Menghindar (avoiding)
Pihak yang terlibat konflik menolak untuk berdiskusi mengenai konflik yang terjadi. Ia menolak untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan kebutuhan lawan konfliknya.
e.    Menurut (obliging)
Pihak yang terlibat konflik, mengombinasikan perhatiannya yang tinggi terhadap lawan konfliknya dengan perhatiannya yang rendah terhadap dirinya sendiri.

J.    Metode-metode Manajemen Konflik 
1.    Metode Stimulasi Konflik
Metode ini dilakukan dengan keyakinan bahwa konflik juga memiliki dampak positif dalam organisasi. Metode ini beranggapan konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Manajer perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai efek penggembelangan.
Adapun cara-cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.         Memasukkan dan menempatkan orang luar kedalam kelompok
b.        Menyusun kembali organisasi
c.         Menawarkan bonus, membayar insentif dan penghargaan untuk pendorong persaingan
d.        Memilih manajer-manajer yang tepat
e.         Memberikan perlakuan yang berbeda dengan biasanya.
2.    Metode Pengurangan Konflik
Artinya adalah mengelola konflik dengan mendinginkan suasana tetapi tidak menangani masalah-masalah penyebab konflik. Metode ini bisa dilakukan dengan seperti berikut:
a.         Mengadakan kontak sosial yang menyenangkan antara kelompok-kelompok dengan makan bersama atau liburan bersama.
b.         Mengganti tujuan yang menimbulkan konflik dengan tujuan yang lebih biasa dierima kedua kelompok.
c.          Mempersatukan kedua kelompok yang berkonflik untuk menghadapi musuh atau ancaman yang sama. Cara ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi positif tentang kelompok yang berhadapan dengan mereka sehingga mereka akan bernegosiasi untuk menghadapi.
3.    Metode Penyelesaian Konflik
Metode-metode yang digunakan dalam penyelesaian konflik adalah sebagai berikut:
a.    Dominasi dan penekanan, cara-caranya adalah dengan perincian dibawah ini:
·      Memaksakan atau kekerasan yang bersifat penekanan otokratik. Ketaatan harus dilakukan oleh pihak yang kalah kepada otoritas lebih tinggi atau kekuatan lebih besar.
·      Meredakan atau menenangkan, metode ini lebih terasa diplomatik dan manajer membujuk salah satu pihak untuk mengalah dalam upaya menekan dan meminimasi ketidak sepahaman. Cara ini berisiko ada pihak yang merasa ada yang di anakmaskan oleh manajer.
·      Menghindari, cara ini menuntut manajer untuk tidak ada pada satu posisi tertentu. Manajer berpura-pura bahwa tidak terjadi konflik dan mengulur-ulur waktu sampai mendapat lebih banyak informasi tentang hal tersebut. Apabila manajer memilih cara ini maka tidak akan ada pihak yang merasa puas.
·      Penyelesaian melalui suara terbanyak, menyelesaikan konflik dengan melakukan pemungutan suara. Resikonya pihak yang akan merasa dirinya lemah tanpa kekuatan dan mengalami frustasi.
b.    Kompromi
Dalam metode ini manajer mencoba untuk mencari jalan tengah dengan meyakinkan para pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sasaran-sasaran lain yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Cara-cara yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:
·      Pemisahan, pihak-pihak yang sedang berkonflik di pisahkan sampai menemukan solusi atas masalah mereka.
·      Arbitrasi atau pewasitan, adanya peran orang ketiga biasanya sang manajer diminta pendapatnya untuk menyelesaikan masalah
·      Kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku ketika tidak ditemukan titik temu antara kedua belah pihak.
·      Ada juga yang melakukan tindakan penyuapan yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang terlibat konflik untuk mengakhiri konflik.
c.    Pemecahan masalah integratif
Metode ini dilakukan secara bersama untuk terbuka demi ditemukannya sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Metode ini menggunakan 3 pendekatan metode, sebagai berikut:
·      Konsensus
     Dalam metode ini tidak akan ada pihak yang menang karena kedua belah pihak sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik bukan yang hanya menyelesaikan masalah dengan cepat.
·      Konfrontasi
     Semua pihak yang berkonflik mengeluarkan pandangan mereka masing-masing secara langsung dan terbuka. Hal ini dilakukan untuk menemukan alasan-alasan terjadinya konflik untuk dicari penyelesaiannya secara terbuka. Metode ini membutuhkan kepemimpinan yang terampil untuk memperoleh solusi yang rasional.
·      Penentu tujuan-tujuan yang lebih tinggi
K.    Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1.      Dampak Positif Konflik
            Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
·         Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
·         Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
·         Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
·         Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
·         Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
2.      Dampak Negatif Konflik
            Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
·         Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
·         Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
·         Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
·         Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
·         Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
          Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
·      Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
·      Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
·      Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
·      Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
·       Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
·      Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
·      Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari isi materi di atas, penulis menyimpulkan beberapa hal antara lain:
1.             konflik merupakan permasalahan 2 individu atau lebih yang saling memiliki tujuan berseberangan yang akibatnya menimbulkan perasaan tidak nyaman / permusuhan
2.             Sumber – sumber konflik secara sederhana berasal dari factor manusia dan factor organisasi
3.             Jenis – jenis konflik dibagi menjadi 3 antara lain :
-       konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi
-       konflik dilihat dari pihak yang terlibat di dalamnya
-       konflik yang dilihat dari fungsinya
4.             Pengertian manajemen merupakan proses terpadu untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik
5.             Tujan manajemen yaitu :
-       mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diri dapa visi, misi, dan tujuan organisasi
-       memahami orang lain dan menghirmati keberagaman
-       meningkatkan kreativitas
-       meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran berbagai informasi dan sudut pandang
-       memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama, dan kerja sama
-       menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik
-       menimbulkan iklim organisasi konflik dan lingkungan kerja yang tidak menyenagkan
-       meningkatkan terjadinya pemogokan
-       mengarahkan pada sabotase bagi pihak yang kalah dalam konflik
-       mengurangi loyalitas dan komitmen organisasi
-       tergantung proses produksi dan operasi
-       meningkatkan biaya pengadilan karena tuntutan karyawan yang mengajukan komflik ke karyawan
6.             pengelolaan konflik dengan cara disiplin, pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan, komunikasi, dan mendengarkan secara aktif
7.             gaya manajemen merupakan pola perilaku orang dalam menghadapi situasi konflik
8.             macam – macam gaya manajemen meliputi gaya pesaing, manajer yang menghindari diri dari konflik, akomodator, manajemen yang menekankan kompromi, dan kolaborator
9.             pendekatan situasi konflik terdiri beberapa tahap yaitu instropeksi, menganalisis, pertemuan antar pihak yang berkonflik, evaluasi, memberikan beberapa solusi, memilih solusi, dan melaksanakan solusi yang dipilih tersebut.
10.         teori – teorri gaya manajemen konflik bisa menggunakan gaya manajemen menurut teori Grid, teori Thomas dan Kilmann, dan teori Rahim.
11.         metode – metode manajemen konflik terdiri dari metode stimulasi onflik, metode pengurangan konflik, metode penyelesaian konflik
12.         konflik tidak selamanya mempunyai dampak negative, konflik juga dapat menimbulkan dampak positive salah satu contohnya yaitu meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja
B.       Saran
Dengan hasil kesimpulan tadi, penulis memberikankesimpulan bahwa setiap konflik harus di lakukan manajemen konfliknya dengan benar agar konflik tersebut dapat menimbulkan dampak positive untuk organisasi tersebut


DAFTAR PUSTAKA
·      httpkurmakurma.files.wordpress.com201005manajemen-konflik.pdf
·      www.kmpk.ugm.ac.id%2Fdata%2FSPMKK%2F4e-MANAJEMEN%2520KONFLIK(revJan%252703).doc&ei=md91UcCVBeqo0AWQ0ICYBg&usg=AFQjCNEpo7XGvKoc6TISWOoouvvzaGKacQ&bvm=bv.45512109,d.d2k

0 komentar:

 

Welcome In My Blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review