TUGAS MAKALAH
AGAMA I
“ KONSEP AQIDAH ISLAMIYAH”
Disusun oleh:
Kelompok V
Kelas : Akuntansi Sore ( K )
Nama :
Riska
yuliatiningsih (2012220020)
Universitas Madura
TAHUN AJARAN 2012 - 2013
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya-lah maka kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut
ini kami mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul "Konsep Aqidah Islamiyah", yang menurut saya dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita guna membentuk fundamen pemahaman
tentang aqidah bagi para kaum akademisi dan awam selama ini.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih
dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah
ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat.
Pamekasan, 27 November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................... i
Daftar Isi...................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................................................... 1
B. Perumusan............................................................................................................................ 1
C. Tujuan..................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................. 2
A. Pengertian Aqidah................................................................................................................ 2
B. Rukun Iman... ........................................................................................................................ 5
C.
Urgensi aqidah dalam pelaksanaan ajaran islam........................................................... 18
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 23
A. KESIMPULAN....................................................................................................................... 23
B. SARAN................................................................................................................................... 23
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di era sekarang banyak
sekali orang yang mengaku beragama Islam namun mereka tidak mau mengikuti
aturan – aturan yang terdapat dalam Agama Islam. Pada umumnya orang – orang
tersebut hanya menjadikan Agama Islam sebagai status keagamaan saja. Padahal Agama
Islam merupakan agama yang fenomenal karena telah terbukti ajaran – ajaran di dalamnya mencakup aspek
seluruh kehidupan. Di dalam ajaran – ajaran agama islam, islam tidak memiliki
aturan yang dapat merugikan manusia.
Untuk menghadapi zaman
yang semakin mengalami krisis keagamaan ini, setiap umat islam harus selalu
mengupayakan menanam aqidah yang kuat dalam hatinya. Aqidah bukan hanya
diucapkan saja atau di niatkan saja, namun aqidah perlu kita niatkan dalam
hati, ucapkan melalui lisan, dan mengaplikasikan aqidah yang telah di niatkan
tadi ke dalam hidup kita. Maka dari itu makalah ini disusun guna mencari urat
nadi dari pembahasan aqidah. Ini diperlukan guna membentuk fundamen pemahaman
tentang aqidah bagi para kaum akademisi dan awam selama ini.
B. Perumusan
Adapun hal – hal yang akan penulis bahas disini antara lain:
1.
Pengertian aqidah
2.
Rukun iman
3.
Urgensi aqidah dalam
pelaksanaan ajaran islam
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini, antara lain:
1.
Untuk mlengkapi tugas
mata kuliah Agama I
2.
Untuk menambah wawasan
3.
Diperlukan guna
membentuk fundamen pemahaman tentang aqidah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian aqidah
Aqidah dalam pengertian bahasa (etimology) memiliki arti sebagai ikatan,
menguatkan, mengokohkan, meneguhkan. Apabila dirinci aqidah memiliki arti
keyakinan seseorang tanpa ada perasaan ragu sedikit pun di hatinya. Sedangkan menurut
istilah ( terminology ) pengertian aqidah yaitu suatu perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa sehingga membuat orang tersebut menjadi tenteram
karenanya, dan menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Secara harfiah kata aqidah di dalam
Al-Quran tidak ditemukan, namun demikian terdapat beberapa istilah yang
memiliki akar yang sama aqidah yaitu ‘aqada yang terdapat pada QS. An-Nisa
4:33, QS. Al-Maidah 5:89, QS. Al – Maidah 5:1, QS. Al – Baqarah 2:235, QS.
Thaha 20:27, Qs. Al – Falaq 113:4.
Berikut beberapa pengertian:
1.
Menurut Hasan Al-Banna
Aqa’id bentuk jamak dari aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur
sedikit dengan keraguan.
2.
Menurut Abu Baar Jabir
Al–Jazairy
Aqidah merupakan sejumlah kebenaran yang dapat di terima secara umum oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh
manusia di dalam hati serta diyakini keshahihannya dan keberadaannya secara
pasti dan di tolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
3.
Menurut T.M. Hasbi Ash
Shiddieqi
Aqidah adalah suatu yang dipegang teguh dan terhujjah kuat di dalam lubuk jiwa tidak dapat beralih padanya.
4.
Menurut Nasrudin Razak
Aqidah adalah iman atau kepercayaan, sumber yang asasi adalah al-Quran,
iman adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala
sesuatu untuk dicapai dengan sesuatu keyakinan yang tidak boleh dicampuri
dengan keraguan dan dipengaruhi oleh persangkaan.
5.
Menurut Soegarda
Poerbakawatja
Aqidah adalah percaya penuh akan Allah SWT, dengan sengaja dan aqidah
merupakan ciri pembeda antara mukmin dan kafir.
Menurut Hasan Al-Banna
sistematika ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
1.
Ilahiyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti wujud Allah dan sifat-sifat Allah, ad'al Alah dan lain-lain.
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti wujud Allah dan sifat-sifat Allah, ad'al Alah dan lain-lain.
2.
Nubuwat
Yaitu pembahasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Alah, mu'jizat, dan lain sebagainya.
Yaitu pembahasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Alah, mu'jizat, dan lain sebagainya.
3.
Ruhaniyat
Yaitu pembahsasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.
Yaitu pembahsasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.
4.
Sam'iyyat
Yaitu pembahahasan tentang segaa sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'I (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lainnya.
Yaitu pembahahasan tentang segaa sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'I (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lainnya.
Aqidah Islam mempunyai
kekhususan-kekhususan diantaranya adalah:
1.
Aqidah Islam dibangun
berlandaskan akal. Selama kita beriman kepada Allah, al-quran, dan kepada
kenabian Mihammad saw dengan jalan akal, maka wajib bagi kita mengimani segala
hal yang diberitakan al-Quran kepada kita. Sama saja apakah yang diberitakan
itu dapat dijabgkau oleh akal dan panca indera manusia, atau berupa
perkara-perkara ghaib yang sama sekali tidak dapat dijangkau oleh [anca indera
manusia seperti hari akhir, malaikat, dan perkara-perkara ghaib lainnya.
2.
Aqidah Islam sesuai dengan
fitrah manusia. Beragama (al-tadayun) merupakan hal yang fitri pada diri
manusia. Perwujudan dari naluri beragama ini adalah kenyatan bahwa dirinya
penuh kelemahan, kekurangan, dan serva membutuhkan terhadap sesuatu yang lain.
Kemudian aqidah Islan hadir untuk memberikan pemenuhan terjadap naluri beragama
yang ada pada diri manusia, dan membimbing mausia untuk mendapatkan kebenaran
akan adanya Pencipta Yang Maha Kuasa. Dimana, semua makhluk yang ada,
keberadaanNya sendiri tidak berhantung pada siapapun.
3.
Aqidah Islam
komprehensif (menyeluruh). Aqidah Islam telah menjawab seluruh pertanyaan
manusia tentang alam semesta, manusia, kehidupan, dan menetapkan bahwa semuanya
itu adalah makhluk. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa sebelum kehidupan dunia
ada Allah swt, sedangakn setelah kehidupan dunia adakan ada hari kiamat. Aqidah
Islam juga menetapkan bahwa hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada
sebelum kehidupan dunia adalah keterikatan manusia dengan perintah-perintah dan
larangan-larangan Allah swt. Sedangakn hubungan antara kehidupan dunia ini
dengan kehidupan sesudahnya adalah perhitungan, surga dan neraka.
Aqidah mempunyai peranan
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Diantaranya;
1.
Aqidah Islam telah
memuaskan akal dan memberikan ketenangan pada jiwa manusia. Sebab, aqidah Islam
telah menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban yang memuaskan dan shahih.
2.
Aqidah Islam telah
menciptakan keteguhan dan keberanian pada diri seorang muslim. Sesuai dengan
sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
لن تموت نفس حتى تستوفى
أجلها ورزقها وما قدرلها
Tidaklah mati seseorang sampai ditetapkan ajalnya, rezekinya dan apa-apa yang menjadi takdirnya.
Tidaklah mati seseorang sampai ditetapkan ajalnya, rezekinya dan apa-apa yang menjadi takdirnya.
3.
Aqidah Islam akan
membentuk ketakwaan pada diri seorang muslim. Setelah seorang muslim menyadari
hubungannya dengan Allah, dan bahwa Allah swt akan menghisab semua pernuatannya
pada hari kiamat, maka ia akan menghindarkan diri dari perbuatan yang
diharamkan serta melakukan perbuatan baik dan yang dihalalkan. Sebab, ia telah
meyakini bahwa hari perhitungan pasti akan datang.
Aqidah juga mempunyai
peranan penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat, yaitu:
1.
Masyarakat akan beriman
kepada Allah SWT, agama yang satu serta tunduk pada aturan yang satu.
2.
Akan mewujudkan
masyarakat yang saling melengkapi, saling menjamin seperti halnya satu tubuh,
satu-kesatuan pemikiran dan perasaan. Rasulullah saw bersabda:
Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal persahabatan dan kasih saying adalah ibarat satu utbuh. Bila salah satu anggota tubuh terserang sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain akan ikut terserang demam dan susah tidur.
Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal persahabatan dan kasih saying adalah ibarat satu utbuh. Bila salah satu anggota tubuh terserang sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain akan ikut terserang demam dan susah tidur.
3.
akan tercipta ikatan
ideologis yang kaut serta diantara individu-individu anggota masyarakat, yakni
ikatan ukhwah Islamiyah.
Aqidah Islamiyah telah
mampu memecahkan permasalahan besar manusia. Aqidah Islam telah menjawab
pertanyaan – pertanyaan manusia, sebab Islam telah menjelaskan bahwa alam
semesta, manusia, dan kehidupan adalah ciptaan sang Khaliq yaitu Allah SWT.
Ciri – ciri aqidah yang benar yaitu:
•
Keyakinan yang teguh terhadap kewujudan, keesaan dan
kekuasaan Allah
•
Menjauhkan diri daripada mensyirikkan Allah
•
Keyakinan dan kepercayaan berlandaskan al-Quran dan
as-sunnah
Sedangkan ciri – ciri yang salah antara lain:
•
Menafikan tentang keesaan dan kekuasaan Allah
•
Melakukan perbuatan yang mensyirikkan Allah
•
Mengamalkan kepercayaan yang bertentangan dengan al-Quran
dan as-Sunnah
Adapun tujuan mempelajari ilmu Aqidah, yaitu:
•
Memantapkan keimanan dan keyakinan tentang kewujudan
Allah
•
Dapat mengenal ajaran aqidah yang salah
•
Dapat menjaga iman supaya selamat dunia dan akhirat
•
Mempertahankan aqidah dari maraknya ajaran yang
menyeleweng
•
Menolak fahaman sesat
•
Dapat membentuk keperibadian mulia
Seperti yang dipaparkan diatas bahwa aqidah
merupakan kepercayaan dalam hati tentang kewujudan Allah, malaikat, kitab,
rasul-rasul dan hari akhirat serta qadak qadar. Sedangkan syariah yaitu peraturan
dan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Allah sama ada perkara yang
berkaitan dengan suruhan atau tegahan. Hubungan antara aqidah dan syariah yaitu
keduanya saling berhubungan erat / tidak boleh dipisahkan.
Berikut perbedaan antara aqidah dan syariah :
Aqidah
|
Syariah
|
• Kepercayaan kepada
Allah
|
• Mentaati dan
melaksanakan perintah Allah
|
• Kepercayaan kepada
malaikat
|
• Kepatuhan dengan
melakukan kebaikan
|
• Kepercayaan kepada
rasul
|
• Mengikut dan
melak-sanakan sunah rasul
|
• Kepercayaan kepada
kitab
|
• Melaksanakan segala
hukum dan peraturan
|
• Kepercayaan kepada
qadak qadar
|
• Berusaha
bersungguh-sungguh untuk men-dapat kebaikan dunia dan akhirat
|
B.
Rukun Iman
Rukun Iman merupakan sesuatu yang hal wajib diyakini seseorang yang mengaku
beragama Islam. Tidak meyakini salah satu rukun iman, maka keimanan orang tersebut akan diragukan.
Komponen rukun iman terdiri dari:
1.
Iman kepada Allah SWT.
2.
Iman kepada malaikat – malaikat
Allah
3.
Iman kepada kitab –
kitab Allah
4.
Iman kepada rasul –
rasul Allah
5.
Iman kepada hari akhir
6.
Iman kepada Qadha dan
Qadar
Allah SWT berfirman
dalam Al_Quran:
1.
QS. An – Nisa : 136
Artinya :
“ Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya .”
2.
QS. Al –Baqarah : 177
Artinya :
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu adalah
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah barang siapa
yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, Ibnu sabil (musafir) dan orang-orang yang
meminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya (budak), mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menempati janjinya ketika ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan dan penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa". (Q.S. Al-Baqarah: 177)
3.
QS. Al – Baqarah : 285
Artinya :
“ Rasul telah beriman kepada Al – quran yang
diturunkan kepadanya dari tuhannya demikian pula orang – orang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat – malaikat-Nya, kitab – kitab – Nya,
dan rasul – rasul – Nya. Kami tidak membeda – bedakan antara seorang rasul dan
lainnya. “
Adapun khusus mengenai
takdir, Allah berfirman dalam QS. Al – Qomar : 49 :
Artinya :
“sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
Nabi
Muhammad SAW pun bersabda:
“
iman adalah: kamu beriman kepada Allah SWT dan malaikat – malaikat – Nya, Kitab
– kitab – Nya, Rasul – rasul – Nya, hari kemudian dan takdir yang baik maupun
yang buruk. “ ( HR. Muslim )
Iman
mencakup keyakinan di di dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amalan dengan
anggota badan. Contoh iman di dalam hati yaitu meyakini keesaan Allah SWT, iman
dalam bentuk lisan yaitu berdzikir, sedangkan iman dalam amalan anggota badan
yaitu shalat, puasa, tawakal, dan lainnya. Iman seseorang akan meningkat
apabila melakukan ketaatan dan akan menurun apabila melakukan kemaksiatan.
Berikut
firman Allah SWT :
Artinya
:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman[1] ialah
mereka yang bila disebut nama ALLAH[2] gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat
dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat)
yang mulia. ( QS Al - Anfaal : 2-4 )
Sebaliknya Allah SWT pun berfirman :
Artinya :
“ Wahai orang-orang
yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang
Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya .” ( QS. An – Nisa : 136 )
Berikut penjelasan mengenai rukun iman, yaitu:
•
Iman kepada Allah SWT.
Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan
dengan:
•
Bahwa manusia
mempunyai fitrah mengimani adanya Tuhan tanpa harus di dahului dengan berfikir
dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan berubah kecuali ada sesuatu pengaruh lain
yang mengubah hatinya. Nabi Shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
”Tidaklah anak itu lahir melainkan
dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya lah yang menjadikan mereka Yahudi,
Nashrani, atau Majusi.”
• Bahwa
makhluk tersebut tidak muncul begitu saja secara kebetulan, karena segala
sesuatu yang wujud pasti ada yang mewujudkan yang tidak lain adalah Allah,
Tuhan semesta alam. Allah berfirman, ”Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)?”
Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang
menciptakan dan tidak mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri. Berarti
mereka pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah yang maha suci.
• Adannya kitab-kitab samawi yang
membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan dalam kitab-kitab tersebut yang
mengatur kehidupan demi kemaslahatan manusia menunjukkan bahwa kitab-kitab
tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
• Adanya orang-orang yang dikabulkan
do’anya. Ditolongnya orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi
bukti-bukti kuat adanya Allah. Allah berfirman: ”Dan (ingatlah kisah) Nuh,
sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami memperkenankan doanya, lalu kami
selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.
• Adanya tanda-tanda kenabian seorang
utusan yang disebut mukjizat adalah suatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus
mereka yang tidak lain Dia adalah Allah Azza wa Jalla. Msalnya adalah mukjizat
yang diberikan kepada nabi Isa ’Alaihissalam berupa membuat burung dari tanah,
menyembuhkan orang buta sejak lahirnya dan penyakit sopak menghidupkan orang
mati dan mengeluarkan dari kuburannya atas izin Allah.
Mengimani sifat rububiyah Allah (Tauhid Rububiyah)
• Yaitu mengimani
sepenuhnya bahwa Allah-lah memberi rizki, menolong, menghidupkan, mematikan dan
bahwasanya Dia itu adalah pencipta alam semesta, Raja dan Penguasa segala
sesuatu.
Mengimani sifat uluhiyah Allah (Tauhid Uluhiyah)
• Yaitu
mengimani hanya Dia lah sesembahan yang tidak ada sekutu bagi-Nya, mengesakan
Allah melalui segala ibadah yang memang disyariatkan dan diperintahkan-Nya
dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi,
wali maupun yang lainnya.
• Tauhid
rububiyah saja tanpa adanya tauhid uluhiyah belum bisa dikatakan beriman kepada
Allah karena kaum musyrikin pada zaman Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam juga
mengimani tauhid rububiyah saja tanpa mengimani tauhid uluhiyah, mereka
mengakui bahwa Allah yang memberi rizki dan mengatur segala urusan tetapi
mereka juga menyembah sesembahan selain Allah.
Mengimani Asma’ dan Sifat Allah (Tauhid Asma’ wa Sifat)
• Yaitu
menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas diriNya baik itu
berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah.
Prinsip
dalam meyakini sifat Allah Subhanahu wa ta’ala :
• Allah Subhanahu wa ta’ala wajib disucikan dari semua
sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati,
dan lainnya.
• Allah mempunyai nama dan sifat yang sempurna yang
tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang
menyamai Sifat-Sifat Allah.
Buah beriman kepada Allah :
• Merealisasikan pengesaan kepada
Allah sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut,
dan tidak menyembah kepada selain-Nya.
• Menyempurnakan kecintaan terhadap
Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan kandungan makna nama-nama-Nya yang
indah dan sifat-sifat-Nya Yang Agung.
• Merealisasikan ibadah kepada Allah
dengan mengerjakan apa yang diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.
• Iman kepada malaikat – malaikat
Allah SWT
Malaikat
adalah makhluk yang hidup di alam ghaib dan senantiasa beribadah kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah sedikit pun.
Diciptakan dari cahaya dan diberikan kekuatan untuk mentaati dan melaksanakan
perintah dengan sempurna. Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda:
”Malaikat
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan adam
’Alaihissalam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian”
Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman:
”Dan
kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang
di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada
(pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”
Beriman kepada malaikat mengandung tiga
unsur:
• Mengimani wujud
mereka, bahwa mereka benar-benar ada bukan hanya
khayalan, halusinasi, imajinasi, tokoh fiksi, atau dongeng belaka. Dan mereka
jumlahnya sangat banyak, dan tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah.
Seperti dalam kisah mi’raj-nya Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam, bahwa
ketika itu Nabi Shallahu’alaihi wa sallam diangkat ke Baitul Ma’mur di langit,
tempat para malaikat shalat setiap hari, jumlah mereka tidak kurang dari 70.000
malaikat. Setiap selesai shalat mereka keluar dan tidak kembali lagi.iii
• Mengimani nama-nama malaikat yang kita
kenali, misalnya Jibril, Mikail, Israfil, Mautiv.
Adapun yang tidak diketahui namanya, kita mengimani keberadaan mereka secara
global. Dan penamaan ini harus sesuai dengan dalil dari al-Quran dan Hadist
Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallamyang shahih.
• Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita
kenali, misalnya:
Memiliki sayap, ada yang dua, tiga atau empat. Dan juga
khususnya Malaikat Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat oleh Nabi
Shallahu’alaihi wa sallamyang mempunyai 600 sayap yang menutupi seluruh ufuk
semesta alam.v
Allah berfirman,
”Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang
menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam
urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”vi
Malaikat bisa menjelma menjadi seorang laki-laki, seperti
saat diutus oleh Allah kepada Maryam, Nabi Ibrahim, Nabi Luth. Juga saat
diutusnya Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam ketika
beliau berkumpul dengan para sahabat dalam satu mejelis untuk mengajarkan agama
kepada para sahabat Nabi Shallahu’alaihi wa sallam.vii
Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada
mereka yang sudah kita ketahui, seperti membaca tasbih dan beribadah kepada
Allah Azza wa Jalla siang dan malam tanpa merasa lelah.
Sebagian mereka ada yang memiliki tugas
khusus. Sebagai contoh,
• Malaikat Jibril
bertugas untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul. Dan ini
bukanlah satu-satunya tugas Malaikat Jibril, sehingga ada anggapan bahwa telah
selesai tugas Malaikat Jibril dan
nganggur setelah selesainya wahyu yang disampaikan kepada rasul
terakhir Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam. Padahal selain tugas utama
tersebut Malaikat Jibril juga mempunyai tugas lain, seperti yang pernah
disabdakan oleh Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam:
”Jika
Allah mencintai seorang hamba-Nya, maka dipanggillah Jibril, ’Sesungguhnya Aku
telah mencintai fulan, maka cintailah dia!’ Lalu Jibril mencintainya, kemudian
Jibril menyeru penghuni langit, ’sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka
cintailah dia!’ Lalu seluruh penghuni langit mencintainya, kemudian djadikan
dirinya dapat di terima di muka bumi.
• Malaikat Mikail
yang diserahi tugas menurunkan hujan dan meunmbuhkan tumbuh-tumbuhan.
• Malaikat Isrofil
yang diserahi tugas meniup sangkakala tatkala terjadi peristiwa hari kiamat dan
manusia dibangkitkan dari alam kubur.
• Malaikat Maut
yang diserahi tugas untuk mencabut nyawa seseorang.
• Malaikat Ridwan dan Malik
yang diserahi tugas menjaga Surga dan Neraka.
• Malaikat yang ditugaskan meniupkan ruh pada
janin dalam rahim, yaitu ketika janin telah
mencapai usia 4 bulan di dalam rahim, maka Allah Azza wa Jalla mengutus
malaikat untuk menuliskan rizki, ajal, amal, celaka, dan bahagianya, lalu
meniupkan ruh padanya.
• Para malaikat (dg sifat Rokib dan ’Atid)
yang diserahi menjaga dan menulis semua perbuatan manusia. Setiap orang yang
dijaga oleh dua malaikat, yang satu pada sisi kanan dan yang satunya lagi pada
sisi kiri. Allah Azza wa Jalla berfirman:
”(yaitu)
ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah
kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.”xii
• Para Malaikat Mungkar dan Nakir
yang diserahi tugas menanyai mayit, yaitu apabila mayit telah dimasukkan ke
dalam kuburnya, maka akan datanglah dua malaikat yang bertanya kepadanya
tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabinya.
• Malaikat yang mencatat amal orang yang hadir
paling awal saat shalat Jum’at. Rasulullah Shallahu’alaihi
wa sallam bersabda:
إِذَاكاَنَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كاَنَ
عَلَى كُلِّ باَبٍِ مِنْ أَبْوَابِِ الْمَسْجِدِ الْمَلاَئِكَةُ يَكْتُبُوْنَ
اْلأَوَّلَ فاْلأَوَّلَ،فَإِذَاجَلَسَ اْلإِمَامُ طُوُّواالصُّحُفَ وَجَاءُوْا
يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ
”Tatkala hari jum’at tiba, malaikat berada di setiap
pintu masjid mencatat amal orang yang hadir paling awal, lalu yang datang
kemudian, jika imam naik ke mimbar di tutuplah buku catatan tersebut. Lalu
mereka masuk mendengarkan nasihar (dzikir).”
Buah Iman Kepada Malaikat Allah
Beriman kepada Malaikat membuahkan pengaruh
yang mulia diantaranya:
• Mengetahui
dengan benar keagungan, kebesaran, kekuasaan malaikat, dan kebesaran makhluk
menjadi bukti atas kebesaran Penciptanya.
• Bersyukur
kepada Allah atas perhatianNya yang diberikan kepada anak Adam dengan
menugaskan beberapa malaikat yang menjaga, mencatat amal mereka dan tugas-tugas
lainnya dalam kemaslahatan hidup manusia.
• Kecintaan
kita kepada para malaikat atas tugas-tugas yang mereka tunaikan dalam rangka
mengabdi dan taat kepada Allah.
•
Iman kepada kitab –
kitab Allah
Iman kepada kitab-kitab
Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah
menurunkan kitab-kitab-NYA kepada nabi dan rasul yang berisi wahyu Allah untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia . Dalam Al-Qur’an disebutkan ada 4
kitab Allah. Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s. , Zabur diturunkan kepada
nabi Daud a.s. , Injil kepada Nabi Isa a.s. , Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Selain dari
kitab-kitab yang empat itu, masih ada lagi shahifah atau lembaran-lembaran oleh
Allah telah diturunkan kepada Nabi Adam a.s., Nabi Syits
a.s., Nabi Idris a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s.
Allah
menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun
sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah berikut ini.
Artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya”. (QS An Nisa : 136)
Kitab yaitu
kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan kepada
manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Suhuf yaitu wahyu Allah yang
disampaikan kepada rasul, tetapi masih berupa lembaran-lembaran yang terpisah.
Ada persamaan
dan perbedaan antara kitab dan suhuf
• Persamaan
Kitab dan suhuf
sama-sama wahyu dari Allah.
• Perbedaan
Isi kitab lebih
lengkap daripada isi suhuf
Kitab dibukukan
sedangkan suhuf tidak dibukukan.
Perlu kita
ketahui bersama bahwa keimanan kepada kitab-kitab Allah terkandung di dalamnya
empat unsur, yaitu:
Pertama, adalah beriman bahwa kitab-kitab
itu benar-benar diturunkan dari sisi Allah ta’ala.
Kedua, beriman kepada apa yang telah
Allah namakan dari kitab-kitabNya dan mengimani secara global kitab-kitab yang
kita tidak ketahui namanya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan.” Ayat ini menunjukkan bahwa terdapat kitab bagi
setiap Rasul, akan tetapi kita tidak mengetahui seluruh namanya.
Ketiga, yaitu membenarkan berita-berita
yang benar dari kitab-kitab tersebut sebagaimana pembenaran kita terhadap
berita-berita Al-Qur’an dan juga berita-berita lainnya yang tidak diganti atau
dirubah, dari kitab-kitab terdahulu (sebelum Al-Qur’an).
Keempat, yaitu mengamalkan hukum-hukum yang
tidak dihapus (nasakh) serta dengan rela dan pasrah menerimanya, baik kita
ketahui hikmahnya atau tidak. Ketahuilah saudariku, bahwa seluruh kitab yang
ada telah terhapus (mansukh) dengan turunnya Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman
yang artinya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan sebagai muhaimin terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS.
Al-Maa’idah 5:48). Artinya, Al-Qur’an sebagai ‘hakim’ atas kitab-kitab yang ada
sebelumnya. Maka tidaklah diperbolehkan untuk mengamalkan hukum apapun dari
hukum-hukum terdahulu, kecuali yang sah dan diakui oleh Al-Qur’an.
Buah
Keimanan Kepada Kitab-Kitab Allah
• Menjadikan manusia tidak kesulitan, atau agar
kehidupan manusia menjadi aman, tenteram, damai, sejahtera, selamat dunia dan
akhirat serta mendapat ridha Allah dalam menjalani kehidupan. (keterangan
selanjutnya lihat QS Thaha :
Artinya: Kami
tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
• Untuk mencegah dan mengatasi perselisihan
diantara sesama manusia yang disebabkan perselisihan pendapat dan merasa bangga
terhadap apa yang dimilkinya masing-masing, meskipun berbeda pendapat tetap
diperbolehkan (keterangan selanjutnya lihat QS Yunus : 19.
Artinya: Manusia
dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah
karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah
diberi keputusan di antara mereka], tentang apa yang mereka
perselisihkan itu. lihat al-Qur’an online di Goole,
• Sebagai petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan bertakwa (keterangan selanjutnya lihat QS Ali
Imran : 138,
Artinya: (Al
Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa. lihat al-Qur’an online di Goole,
• Untuk membenarkan kitab-kitab suci
sebelumnya (keterangan selanjutnya lihat QS Al Maidah : 48,
Artinya: Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, lihat al-Qur’an online di
Goole,
• Untuk menginformasikan kepada setiap
umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat (aturan) dan jalannya
masing-masing dalam menyembah Allah (keterangan selanjutnya lihat Al Hajj : 67
Artinya: Bagi
tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka
janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan
serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan
yang lurus. lihat al-Qur’an online di Goole,
• Untuk menginformasikan bahwa Allah
tidak menyukai agama tauhid Nya (islam) dipecah belah (keterangan selanjutnya
lihat QS Al Hijr : 90-91, Al Anbiya : 92-93, Al Mukminun : 52-54, Ar Rum :
30-32, Al Maidah : 54, an An Nisa : 150-152
• Untuk menginformasikan bahwa Al
Qur’an berisi perintah-perintah Allah, larangan-larangan Allah, hukum-hukum
Allah, kisah-kisah teladan dan juga kumpulan informasi tentang takdir serta
sunatullah untuk seluruh manusia dan pelajaran bagi orang yang bertakwa.
• Al Qur’an adalah kumpulan dari
petunjuk-petunjuk Allah bagi seluruh umat manusia sejak nabi Adam a.s sampai
nabi Muhammad SAW yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia yang takwa kepada
Allah untuk mencapai islam selama ada langit dan bumi (keterangan selanjutnya
lihat QS Maryam : 58, Ali Imran : 33 & 88-85, Shad : 87, dan At Takwir :
27)
•
Iman kepada rasul –
rasul Allah
Rasul adalah
orang laki-laki pilihan yang Allah berikan wahyu berisi syari’ah dan
diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaumnya. Sedang nabi adalah orang
laki-laki yang Allah berikan wahyu kepadanya berisi syari’ah, tetapi tidak
diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaumnya.
Rasul dan nabi sama-sama
mendapatkan wahyu, tetapi sering kali seorang Nabi diutus Allah kepada kaum
yang memang sudah beriman sehingga perannya hanya menjalankan syari’ah yang
sudah ada itu dan tidak membawa ajaran yang baru. Seperti para Nabi yang pernah
Allah utus kepada Bani Israil setelah ditinggalkan Nabi Musa, mereka bertugas
mengajarkan dan mengamalkan Taurat, tidak membawa ajaran yang baru/bukandari
Taurat.
“Dan sesungguhnya telah
kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan
kepadamu dan di antara mereka ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu.
Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin
Allah; maka apabila telah datang perintah dari Allah, diputuskan (semua
perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada
yang batil.” (Q.S. Al-Mukmin : 78)
Dalam
ayat di atas dijelaskan, bahwa rasul-rasul yang pernah diutus oleh Allah swt.
adalah mereka dari golongan laki-laki, tidak pernah ada rasul berjenis kelamin
perempuan, dan jumlah rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw. sebenarnya
sangat banyak. Di antara para rasul itu ada yang diceritakan kisahnya di dalam
Al-Quran dan ada yang tidak.
“Dari Abu Dzar ia berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah :
berapa jumlah para nabi? Beliau menjawab: Jumlah para Nabi sebanyak 124.000
orang dan di antara mereka yang termasuk rasul sebanyak 315 orang suatu jumlah
yang besar.” (H.R. Ahmad)
terdapat lima orang rasul yang dikenal dengan
Ulul- Azmi minarrusul, yaitu : Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW.
·
Nabi
Nuh, as. Kegigihannya dalam berda’wah siang dan malam, tanpa mengharapkan jasa
dan imbalan dari kaumnya. Keberadaan istri dan anak yang menjadi pengahalang
da’wahnya serta ia tidak pernah terpengaruh oleh tantangan dan ejekan itu.
·
Nabi
Ibrahim, as. Kepatuhannya dalam menjalankan perintah Allah, mulai dari
pernyataannya memisahkan diri dari kepercayaan kaumnya termasuk ayahnya
sendiri, caranya berdialog menunjukkan kebatilan patung/berhala kepada kaumnya,
keberaniannya menghancurkan patung-patung sesembahan Namrud dan kaumnya, hingga
murka dan pembakaran Ibrahim oleh kaumnya.
·
Nabi
Musa, as. Kisah terbanyak dalam Al Qur’an adalah kisah Musa dan Fir’aun. Sejak
kecilnya sudah dihadapkan dengan bahaya. Kerelaan ibunya menghanyutkan bayi
Musa di sungai Nil, adalah sebuah pengorbanan yang tak terhingga.
·
Nabi
Isa, as. Kelahiran tanpa ayah, tuduhan keluarga Maryam atas diri Maryam,
Tantangan dari kaum Yahudi, yang berusaha membunuhnya Pengkultusan yang
dilakukan oleh kaum Nasrani, karena Isa dianggap memiliki sifat-sifat
ketuhanan, seperti menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan
membuat burung dari tanah.
·
Nabi
Muhammad, SAW. Kesabarannya yang tak terhingga dalam mengajak kaumnya bertauhid
kepda Allah. Tantangan dari kaumnya dan bahkan pamannya sendiri, hingga ia
harus terusir dari kampung halamannya. Ke Thaif, dilempari batu, dituduh orang
gila, tapi yang keluar dari mulutnya, hanya permohonan kepada Allah agar
menunjuki mereka. Dst.
Adapun
tugas para nabi dan rasul adalah sebagai berikut:
·
Mengajarkan aqidah tauhid, yaitu
menanamkan keyakinan kepada umat manusia bahwa:
a. Allah adalah Dzat
Yang Maha Kuasa dan satu-satunya dzat yang harus disembah (tauhid ubudiyah).
b. Allah adalah maha
pencipta, pencipta alam semesta dan segala isinya serta mengurusi, mengawasi
dan mengaturnya dengan sendirinya (tauhid rububiyah)
c. Allah adalah dzat
yang pantas dijadikan Tuhan, sembahan manusia (tauhid uluhiyah)
d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah)
d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah)
·
Mengajarkan kepada umat manusia
bagaimana cara menyembah atau beribadah kepada Allah swt. Ibadah kepada Allah
swt. sudah dicontohkan dengan pasti oleh para rasul, tidak boleh dibikin-bikin
atau direkayasa. Ibadah dalam hal ini adalah ibadah mahdhah seperti salat,
puasa dan sebagainya. Menambah-nambah, merekayasa atau menyimpang dari apa yang
telah dicontohkan oleh rasul termasuk kategori “bid’ah,” dan bid’ah adalah
kesesatan.
·
Menjelaskan hukum-hukum dan
batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-hal yang dilarang dan mana yang harus
dikerjakan menurut perintah Allah swt.
·
Memberikan contoh kepada umatnya
bagaimana cara menghiasi diri dengan sifat-sifat yang utama seperti berkata
benar, dapat dipercaya, menepati janji, sopan kepada sesama, santun kepada yang
lemah, dan sebagainya.
·
Menyampaikan kepada umatnya tentang
berita-berita gaib sesuai dengan ketentuan yang digariskan Allah swt.
·
Memberikan kabar gembira bagi siapa
saja di antara umatnya yang patuh dan taat kepada perintah Allah swt. dan
rasulNya bahwa mereka akan mendapatkan balasan surga, sebagai puncak kenikmatan
yang luar biasa. Sebaliknya mereka membawa kabar derita bagi umat manusia yang
berbuat zalim (aniaya) baik terhadap Allah swt, terhadap manusia atau terhadap
makhluq lain, bahwa mereka akan dibalas dengan neraka, suatu puncak penderitaan
yang tak terhingga.(Q.S. al Bayyinah: 6-8).
•
Iman kepada hari akhir
Beriman kepada Hari Akhir artinya meyakini dengan teguh apa yang
diberitakan oleh Allah dalam kitabNya dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah
saw dalam haditsnya terkait dengan peristiwa yang terjadi sesudah mati, mulai
fitnah kubur, azab dan nikmat kubur dan seterusnya sampai surga dan neraka.
Beriman kepada Hari
Akhir adalah rukun iman yang kelima dari enam rukun iman. Di dalam al-Qur`an
dan di dalam hadits beriman kepada Hari Akhir sering digandengkan dengan
beriman kepada Allah karena orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak
mungkin beriman kepada Allah, orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak
akan beramal, orang beramal karena ada harapan kemuliaan di Hari Akhir dan ada
ketakutan terhadap azab di Hari akhir, jika dia tidak beriman kepadanya maka
dia seperti orang-orang yang disebutkan oleh Allah dan firmanNya,
Artinya : “Dan mereka
berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati
dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa,’ dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.” (Al-Jatsiyah: 24).
Hikmah iman pada hari
akhir :
1. Dengan iman kepada
hari akhir senantiasa memotivasi untuk beramal kebajikan dengan ikhlas
mengharap ridho Allah semata.
2. Senantiasa pula
membendung niat-niat yang buruk apalagi melaksanakannya.
3. Menjauhkan diri
dari asumsi-asumsi yang mengkiaskan apa yang ada di dunia ini dengan apa yang
ada di akhirat.
4. Adanya rasa
kebencian yang dalam kepada kema’siatan dan kebejatan moral yang mengakibatkan
murka Allah di dunia dan di akhirat.
5. Menyejukkan dan
menggembirakan hati orang-orang mukmin dengan segala kenikmatan akhirat yang
sama sekali tidak dirasakan di alam dunia ini.
6. Senantiasa
tertanam kecintaan dan ketaatan terhadap Allah dengan mengharapkan mau’nah Nya
pada hari itu.
•
Iman kepada Qadha dan
Qadar
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu:
hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah
Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali
sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Sedangkan Qadar
arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut
Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk
dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Beriman kepada qadha
dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah
sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Ibnu Abbas pernah berkata, “Qadar
adalah nidzam (aturan) tauhid. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman
kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah
dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan tauhidnya” (Majmu’ Fataawa
Syeikh Al-Islam, 8/258).
Untuk memperjelas
pengertian qadha dan qadar, berikut ini dikemkakan contoh. Saat ini Abdul latif
jatuh dari sepeda motor. Sebelum Abdul latif lahir, bahkan sejak zaman azali
Allah telah menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdul latif akan jatuh dari
sepeda motor. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan bahwa
saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar adalah
perwujudan dari qadha.
Hubungan antara qadha
dan qadar selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana
Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum
Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan. Perbuatan
Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya.Di dalam surat
Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut :
” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi
kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang
tertentu.”
Diriwayatkan bahwa
suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian
serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman
dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah,
malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman
pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut
berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Lelaki itu adalah
Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama kepada
umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaekat Jibril
itu berisi rukun iman.
Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan
demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita
harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri
kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas
kehendak Allah.
Sebagai orang
beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita. Di
dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan
qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan
atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah
merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai
dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan
kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan
Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan
musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin,
bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya.
Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
Iman kepada qadha dan
qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah
menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan
qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan
dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi
segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus
malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu
tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara
atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas
dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia
dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti
bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar.
Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang
dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali
menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat
kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri
tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah.
Pencuri itu menjawab, ”Memang
Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban
demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah
tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti
itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya,
itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib
dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya
kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad
SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu
datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan
langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur
orang itu, ”Kenapa kuda itu
tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada
Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah
kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut
jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia
tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan
terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin
pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan
rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada
Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat
menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan
antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir
itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq: yaitu
takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa
bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu
ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan.
Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir mubram; yaitu
takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak
dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan
dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan
bapaknya kulit putih dan sebagainya.
Dengan beriman kepada
qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani
kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut
antara lain:
1.Melatih diri untuk
banyak bersyukur dan bersabar
Orang
yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia
akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus
disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal
tersebut merupakan ujian Firman Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya
kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri
dari sifat sombong dan putus asa
Orang
yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia
menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri.
Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah
dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah
ketentuan Allah. Firman Allah SWT :
Artinya:
Hai anak-anakku, pergilah
kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda
Rasulullah: yang artinya”
Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat
kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat
optimis dan giat bekerja
Manusia
tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu
saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha
dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan
keberhasilan itu. Firaman Allah :
Artinya
: Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang
yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam
hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah
kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah
atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi
Artinya
: Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.(
QS. Al-Fajr ayat 27-30)
C.
Urgensi Aqidah dalam
Pelaksanaan Ajaran Islam
Di era sekarang banyak
sekali orang yang mengaku beragama Islam namun mereka tidak mau mengikuti
aturan – aturan yang terdapat dalam Agama Islam. Pada umumnya orang – orang
tersebut hanya menjadikan Agama Islam sebagai status keagamaan saja. Padahal
Agama Islam merupakan agama yang fenomenal karena telah terbukti ajaran – ajaran di dalamnya mencakup aspek
seluruh kehidupan. Di dalam ajaran – ajaran agama islam, islam tidak memiliki
aturan yang dapat merugikan manusia. Khususnya didalam masalah aqidah atau
keyakinan yang menjadi prinsip dasar dan baku serta merupakan asas mutlak bagi
setiap individu muslim. Mengapa aqidah? Aqidah merupakan refleksi seluruh
amalan yang kita kerjakan. Gambaran nyata lurus atau tidaknya agama seseorang.
Cerminan ketaatan dan ketundukan seorang hamba dihadapan Robbnya. Allah Ta’ala
berfirman :
وماَ خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
Artinya :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepada-Ku “(QS Adz-dzariyat:56)
Ibadah bukan hanya sekedar kata yang mudah
dilafazkan lisan ataupun didengungkan di telinga. Namun memiliki kandungan dan
makna yang dalam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendefinisikan makna ibadah :
اسْمٌ جَامِعٌ لكلّ مَا يحبهُ الله وَ يَرْضاهُ
مِنَ الأقوالِ وَ الأفعالِ الظَّاهرةِ وَالباطِنَةِ "
Artinya :
“Nama yang mencakup segala sesuatu (hal) yang
dicintai dan diridhoi oleh Allah baik yang berkaitan dengan ucapan ataupun
perbuatan baik yang dhohir (terlihat) ataupun yang batin (tersembunyi).”
Namun sayangnya,kebanyakan kaum muslimin hari
ini tidak memahami dan mengetahui betul definisi tersebut. Padahal sebagaimana
kita ketahui ibadah merupakan tujuan mendasar dan alasan utama diciptakannya
jin dan manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas.
Di
antara urgensi aqidah Islam yang terbesar adalah bahwa aqidah yang benar
merupakan fondasi agama Islam ini, dan amal kebaikan apapun tidak sah tanpa
dilandasi aqidah yang benar. Dengarlah firman Allah SWT. mensyaratkan keimanan
untuk balasan terhadap amal shalih:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِن ذَكَرٍ
أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَ
لَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya
:
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. (QS. An-nahl: 97)
Oleh karena itulah, amalan-amalan orang-orang
yang aqidahnya rusak, tidak ada nilainya di sisi Allah. Allah berfirman tentang
amalan orang kafir.
“ Orang-orang yang kafir kepada Robbnya,
amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada
suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat
sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah
kesesatan yang jauh. “(QS.
Ibrohim: 18)
Alloh berfirman tentang amalan orang musyrik:
Artinya :
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu
memakmurkan masjid-masjid Alloh, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri
kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di
dalam neraka. (QS.
At-taubah: 17)
Alloh berfirman tentang amalan orang munafik:
قُلْ أَنفِقُوا طَوْعًا أَوْ
كَرْهًا لَّن يُّتَقَبَّلَ مِنكُمْ إِنَّكُمْ كُنتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ (53) وَ
مَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلآَّ أَنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللهِ وَ بِرَسُولِهِ وَلاَ يَأْتُونَ الصَّلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ
يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
Artinya :
Katakanlah: “Nafkahkanlah hartamu baik dengan
sukarela ataupun dengan tepaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan
diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.” Dan tidak
ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan karena kafir kepada Alloh dan Rosul-Nya dan mereka tidak mengerjakan
sholat melainkan dengan malas, dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka,
melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-taubah: 53-54)
Alloh berfirman tentang amalan orang murtad
(keluar dari agama Islam):
وَ مَن يَّرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن
دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya :
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya. (QS.
Al-baqoroh: 217)
a) Sumber-sumber Aqidah Yang Benar Dan Manhaj Salaf Dalam
Mengambil Aqidah
Aqidah
adalah tauqifiyah. Artinya, tak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i,
tak ada medan ijtihad & berpendapat di dalamnya. Karena itulah
sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an &
As-Sunnah. Sebab tak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang
apa-apa yang wajib bagi-Nya & apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan
Allah sendiri. Dan tak seorang pun sesudah Allah yang lebih
mengetahui tentang Allah selain Rasulullah . Oleh karena itu manhaj
Salafusshalih & para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada
Al-Qur’an & As-Sunnah.
Maka,
semua yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an & As-Sunnah tentang hak Allah
mereka mengimaninya, meyakininya & mengamalkannya. Sedangkan apa yang
tak ditunjukkan oleh Al-Qur’an & As-Sunnah mereka menolak &
menafikannya dari Allah . Karena itu tak ada pertentangan di antara mereka di dalam
perkara aqidah ini (i’tiqad). Bahkan aqidah mereka adalah satu & jama’ah
mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh
dgn Al-Qur’an & Sunnah Rasul-Nya dgn kesatuan kata, kebenaran aqidah &
kesatuan manhaj. Allah berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali (agama) Allah, & janganlah kamu bercerai berai, …” (QS. Ali Imran :
103)
Karena
itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab
Rasulullah telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika
memberitahukan bahwa umat ini akan berpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya
di Neraka,
kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu ini, Rasulullah
menjawab, “Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dgn ajaranku
pada hari ini, & para sahabatku.” (HR. Ahmad).
Kebenaran
sabda baginda Rasul tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia
membangun aqidahnya di atas landasan selain Al-Qur’an & Sunnah, yaitu di
atas landasan ilmu kalam, & kaidah – kaidah manthiq yang diwarisi dari
filsafat Yunani & Romawi. Maka terjadilah penyimpangan & perpecahan dalam
aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat & retaknya masyarakat Islam.
b)
Penyimpangan Aqidah dan Cara-cara
Penanggulangannya
Penyimpangan
dari aqidah yang benar adalah kehancuran & kesesatan. Karena aqidah yang
benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat.
Tanpa
aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan &
keragu-raguan, yang semakin lama akan menumpuk & menghalangi dari pandangan
yang benar terhadap jalan kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia
ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekalipun
dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah
kehilangan hidayah aqidah yang benar.
Masyarakat
yang tak terbimbing oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat yang bahimi
(hewani), tak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekalipun mereka
bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka kepada
kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena
sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam
penggunaannya, & tak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah yang
benar.
Sebagai
salah satu pelajaran, Allah telah menjelaskan kepada para rasul-Nya untuk
tak sembarangan dalam memanfaatkan harta, “Hai rasul-rasul, makanlah dari
makanan yang baik-baik, & kerjakanlah amal yang shalih.” (QS. Al-Mukminun :
51)
Maka
kekuatan aqidah tak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal
itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah bathil, maka kekuatan materi
akan berubah menjadi sarana penghancur & alat perusak, seperti yang terjadi
di negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tak memiliki aqidah yang
benar.
Sebab-sebab
penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu :
·
Kebodohan terhadap
aqidah shahihah (aqidah yang benar), hal ini tak lain karena tak mau (enggan)
mempelajari & mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya.
Sehingga tumbuh suatu generasi yang tak mengenal aqidah shahihah & juga tak
mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang benar
sebagai sesuatu yang bathil & yang bathil dianggap sebagai yang benar.
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar , “Sesunggunya ikatan simpul Islam
akan pudar satu demi satu, menakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh
tanpa mengenal kejahiliyahan.”
·
Ta’ashshub (fanatik)
kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak & nenek moyangnya, sekalipun hal
itu bathil, & mencampakkan apa yang menyalahi warisan nenek moyang itu,
sekalipun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah , “Dan apabila
dikatakan kepada mereka : ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah’, mereka
menjawab : ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami’. (Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tak mengetahui suatu apapun, & tak
mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah : 170)
·
Taqlid buta (asal
mengikuti), dgn mengambil pendapat
manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya & tanpa menyelidiki
seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan
seperti mu’tazilah, jahmiyah, & lainnya. Mereka ber-taqlid kepada
orang-orang sebelum mereka dari para da’i sesat, sehingga mereka juga sesat,
jauh dari aqidah shahihah.
·
Ghuluw (berlebihan) dalam
mencintai para wali & orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas
derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tak
mampu dilakukan kecuali oleh Allah , baik berupa mendatangkan kemanfaatan
maupun menolak kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara
antara Allah dan makhluk-Nya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan
para wali tersebut & bukan menyembah Allah . Mereka ber-taqarrub (ngalap
berkah) kepada kuburan para wali itu dgn hewan qurban, nadzar, do’a,
istighatsah & meminta pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi
Nuh ‘alaihissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata, “Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu & jangan pula
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, & janganlah Suwaa’,
Yaghuuts, Ya’uq, & Nasr.” (QS. Nuh : 23)
Wadd,
Suwaa’, Yaghuts, Ya’q, & Nashr adalah nama-nama orang shalih yang dijadikan
berhala terbesar pada kaum yang tak mau taat kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam. Dan
demikianlah yang terjadi pada para pengagung kuburan di berbagai negeri
sekarang ini termasuk di Indonesia. Tidak mengherankan jika acara-acara haul
habib fulan yang telah meninggal kadang lebih ramai dari shalat Idul
Fitri. Atau kuburan wali fulan, sangat ramai dikunjungi,
melebihi kunjungan umat Islam ke masjid-masjid
mereka.
·
Ghaflah (lalai) terhadap
perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagad raya ini (ayat-ayat
kauniyah) & ayat-ayat Allah yang tertuang dalam Kitab-Nya (ayat-ayat
Qur’aniyah). Disamping itu, juga terbuai dgn hasil-hasil teknologi &
kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia
semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh
kemajuan ini kepada jerih payah & penemuan manusia semata. Sebagaimana
kesombongan Qarun yang mengatakan, “Sesungguhnya aku diberi harta
hanyalah karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashash : 78).
Dan
juga sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong : “Ini adalah hakku … “
(QS. Fushshilat : 50). Dalam ayat lain, “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu
hanyalah karena kepintaranku.” (QS. Az-Zumar : 49).
Mereka
tak berfikir & tak pula melihat keagungan Allah yang telah
menciptakan alam ini & yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di
dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dgn bekal keahlian &
kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta mengfungsikannya
demi kepentingan manusia. Allah menerangkan, bahwa semua itu adalah
berasal dari-Nya, “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu & apa yang kamu
perbuat itu.” (QS. Ash-Shaffat : 96). Juga firman-Nya, “Dan apakah mereka tak
memperhatikan kerajaan langit & bumi & segala sesuatu yang diciptakan
oleh Allah, …” (QS. Al-A’raf : 185).
·
Pada umumnya rumah
tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal
baginda Rasul telah bersabda, “Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar
fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi yahudi,
Nashrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Jadi,
orang tua mempunyai peranan yang besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
·
Enggannya media
pendidikan & media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan
kebanyakan tak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam,
bahkan ada yang tak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak
maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur & perusak, atau paling
tak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi & hiburan semata.
Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral & menanamkan aqidah
serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi-generasi
yang berperang tanpa senjata yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang
lengkap persenjataannya.
c) Cara-cara Menanggulangi Penyimpangan Ini
Cara
menanggulangi penyimpangan di atas teringkas dalam poin-poin berikut ini,
·
Kembali kepada
Kitabullah & Sunnah Rasulullah untuk mengambil aqidah shahihah.
Sebagaimana para salaf shalih mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan
dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya.
Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat & mengenal syubhat-syubhat
mereka untuk kita bantah & kita waspadai, karena siapa yang tak mengenal
keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
·
Memperhatian pada
pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan.
Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam
menyajikan materi ini.
·
Harus ditetapkan
kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kitab-kitab
kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
·
Menyebar para da’i yang
meluruskan aqidah umat Islam dgn mengajarkan aqidah salaf serta menjawab &
menolak seluruh aqidah bathil. Wallahu a’lam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Aqidah dalam pengertian bahasa (etimology) memiliki arti sebagai ikatan, menguatkan, mengokohkan, meneguhkan. Apabila dirinci aqidah memiliki arti keyakinan seseorang tanpa ada perasaan ragu sedikit pun di hatinya. Sedangkan menurut istilah ( terminology ) pengertian aqidah yaitu suatu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa sehingga membuat orang tersebut menjadi tenteram karenanya, dan menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Bagi umat Islam di wajibkan untuk mengimani rukun iman yang terdiri dari iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat – malaikat Allah, iman kepada rasul – rasul Allah, iman kepada hari kiamat, dan Iman kepada Qadha dan Qadar
B.
SARAN
Untuk menghadapi zaman
yang semakin mengalami krisis keagamaan ini, setiap umat islam harus selalu
mengupayakan menanam aqidah yang kuat dalam hatinya. Aqidah bukan hanya
diucapkan saja atau di niatkan saja, namun aqidah perlu kita niatkan dalam
hati, ucapkan melalui lisan, dan mengaplikasikan aqidah yang telah di niatkan
tadi ke dalam hidup kita. Maka dari itu sangat diharapkan mahasiswa Islam mampu membentuk fondasi mental tentang pemahaman aqidah yang kokoh dalam menghadapi krisis keagamaan
saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar